September 02, 2025
TAZZA: ONE EYED JACK (2019)
Merupakan angsuran ketiga dari "Tazza series" berdasarkan komik buatan Huh Young-man dan Kim Se-yeong yang dua instalasinya sudah terlebih dahulu difilmkan sebelumnya, Tazza: The High Roles (2006) dan Tazza: The Hidden Card (2014) yang sama-sama meraup kesuksesan secara finansial bahkan penerimaannya pun tampil positif. Saya memang melewatkan dua film sebelumnya, namun tak perlu khawatir akan tersesat akan jalan cerita, karena Tazza: One Eyed Jack adalah seri yang berdiri sendiri tanpa mengaitkan kisahnya pada film sebelumnya.
Do Il-chool (Park Jung-min) adalah siswa yang memiliki keahlian lebih dalam bermain poker. Ia memilih meninggalkan bangku kuliah karena menurutnya bermain poker lebih menguntungkan dibandingkan menjadi seorang PNS yang harus melalui beragam seleksi. Kebiasannya menghabiskan waktu di sebuah kasino bawah tanah menghantarkannya pada sebuah keuntungan secara finansial. Percaya akan kemampuannya, Il-chool lantas membawa bermain dengan seorang pria bernama Ma-Gwi (Yoon Je-moon) setelah melihatnya membawa seorang gadis bernama Madonna (Choi Yu-hwa) yang berhasil memikat hati.
Tanpa Il-chool sadari, Ma-gwi adalah pemain poker handal yang memiliki trik dalam menguasai kartu, tak ayal ia dijuluki dengan sebutan "Demon" karena selalu menang dalam taruhan. Il-chool menambah satu lagi korban yang berhasil ia kalahkan setelah memasang taruhan besar, membuatnya berhutang $100, 000. Tak mampu membayar, Il-chool harus menanggung akibat berupa dipotongnya salah satu anggota badan.
Nasib baik menimpa Il-chool, saat berada dalam masalah, datang seorang malaikat penyelamat dalam wujud seorang pria berambut panjang. Ialah Aekku a.ka One Eyed Jack (Ryoo Seung-bum) yang membayar semua hutangnya sekaligus menyelamatkannya dalam kubangan neraka. One Eyed Jack kemudian menyusun strategi untuk membalas dendam atas kekalahan dengan mengambil harta pria tua yang dijuluki Pushover a.ka Moolyounggam (Woo Hyeon)
Guna melancarkan aksinya, One Eyed Jack merekrut beberapa anggota, diantaranya: Kkachi (Lee Kwang-soo) sebagai feelinger yang dapat merasakan setiap kartu di dek, Young-mi (Lim Ji-yeon) si penggoda dan Director Kwon (Kwon Hae-hyo) sebagai penipu ulung, sementara Il-chool yang memiliki "potensi" yang dibor terlebih dahulu. Mudah untuk menyukai keempat orang ini yang masing-masing memiliki ciri khas tersendiri, terutama saat Kwon Oh-kwang (Collective Invention) sebagai sutradara menaburkan benih komedi yang bekerja secara nyata di dalamnya.
Sama halnya dengan dua film sebelumnya, Tazza: One Eyed Jack tetap mempertahankan aturan mainnya berupa pemanfaatan trik dalam permainan manipulasi ilusi, semuanya ditampilkan secara rinci, meski beberapa di antaranya dijadikan sebuah twist tersendiri. Mudah untuk terkesima, pula mudah melupakan filmnya berakhir begitu saja. Alasannya sendiri sederhana, karena Tazza: One Eyed Jack adalah film yang sebatas memainkan kartu, tanpa ada urgensi lebih dari itu.
Ini pula yang membuat narasi seolah tak berarti, seperti kehadiran One Eyed Jack yang sebatas tampil memenuhi kebutuhan, alih-alih kebutuhan. Latar belakang urung digali meski dijadikan tajuk utama filmnya, kita hanya sebatas mengenalnya melalui beragam adegan flashback yang kerap mengisi, alih-alih mengenalnya secara terperinci. Padahal, substansi mengenai isinya dengan Il-chool sendiri berpotensi tampil menarik, karena Il-chool sendiri adalah anak dari ahli judi berjuluk "One Hear".
Naskah yang ditulis oleh Oh-Kwang bersama sang empunya komik, Young-man, memang tampil problematik, termasuk ketika menampilkan permainan puncak antara Il-chool dengan Ma-gwi yang masing-masing saling menyimpan dendam dan pantang untuk kalah. Dari sini, strategi berupa trik dipakai kembali, yang meski tak sampai menggugah peran, setidaknya tampil cepat dalam menjalankannya.
Di luar segala kekurangannya, satu hal lain yang saya kagumi dri Tazza: One Eyed Jack ialah keberaniannya dalam menerapkan "dunia perjudian" secara seutuhnya. Di mana kita tahu sendiri, dalam sebuah permainan judi tak ada orang yang tak ingin kalah, dan jikapun kalah, kemenangan selalu dilakukan. Rugi seolah menjadi hal yang harus selalu kembali.
Selaras dengan hal itu, Tazza: One Eyed Jack pun menekan sadisme tinggi yang tak segan mengerenyitkan dahi (dalam cara yang positif). Pemandangan berupa kaki dan tangan digergaji, jari diiris serta mata dicongkel bak lumrah terjadi. Pun, nasib kehidupan karkternya tak afdol rasanya jika tak mati secara mengenaskan atau tragis. Semakin menyenangkan tatkala semuanya tak terlihat sebagai tempelan, baik itu efek praktikal maupun visual.
0 komentar:
Posting Komentar