September 04, 2025
AT ETERNITY'S GATE (2018)
Ini bukan sejarah resmi, ini versi saya. Satu yang kuharap bisa membuatmu lebih dekat dengannya". Demikian ucap sutradara Julian Schnabel (Basquiat, Before Night Falls, The Diving Bell and the Butterfly) dalam sebuah wawancara-yang mengeliminasi pola narasi biografi konvensional di mana filosofi lebih dikedepankan daripada pergerakan. Ini sengaja diterapkan mengingat Schnabel ingIn menduplikasikan cerita seperti cara van Gogh menorehkan cat minyak ke-yang bagi kebanyakan orang terlalu timbul (tanpa mengetahui sebagian arti) mengutip van Gogh yang tak mampu.
Mendiang Vincent van Gogh diperankan oleh Willem Dafoe (dalam performa luar biasa baik gerak maupun olah rasa, yang seketika akan mengingatkan anda dengan penampilan totalitasnya dalam The Temptation of Christ) dalam cerita yang mengikuti tahun-tahun terakhir sang maestro sebelum wafat, di mana cerita berjalan secara episodik, menggambarkan kehidupan Vincent van Gogh di Arles dengan segala tekanan batin yang melandasinya, mulai dari perlakuan kasar masyarakat yang gila hingga kemelut dalam dirinya tatkala menghasilkan sebuah lukisan-yang tak laku di pasaran karena dinilai tidak konvensional.
Sesekali, Vincent menuruti keinginan pasar hingga mendengar pendapat rekan pelukisnya, Paul Gauguin (Oscar Isaac) yang menyuruhnya untuk melukis di ruangan tertutup bukannya di alam terbuka yang hanya sebatas meniru tanpa hasil sempurna. Vincent menyanggah dan mengatakan bahwa meskipun ia melukis alam tetapi ia melukis dan menghasilkan adalah perspektifnya terhadap alam. Paul kemudian membahas pembicaraan, menilai bahwa Vincent belum berusaha untuk melukis dan menyuruhnya untuk belajar memegang kuas dengan benar.
Perilaku gaslighting serta sinisme semacam itu sering terjadi dalam At Eternity's Gate, yang kemudian dijadikan sebuah ladang bagi Schnabel menampilkan beragam persoalan batin yang ditampilkan melalui sebuah monolog bernada lirih hingga yang paling mencolok adalah perpaduan suara ketiga sebagai wujud ungkapan rasa seorang Vincent yang sengaja ditabrakan ketika sebuah dialog dimainkan. Menyusul kemudian adalah tata artistik berupa membiarkan layar berwarna hitam sementara voice-over (yang beberapa di antaranya diambil dari surat Vincent kepada sang adik, Theo, disini diperankan oleh Rupert Friend) berlangsung. Penggunaan kamera yang mengandalkan metode goyah serta close-up pun diniatkan sebagai wujud pendekatan penonton terhadap karakter, bahkan ketika Vincent menorehkan tinta ke papan pun, gambarnya menangkap keseluruhan sebuah ciptaan.
At Eternity's Gate merupakan ajang pamer gaya visual dan bukan sarana bercerita. Namun itu bukan berarti para pembuatnya meremehkan narasi, melainkan dikurangi. Visi Schnabel memang tinggi dalam menghadirkan sebuah makna filosofis yang seiring durasi berjalan-sempat terkendala kala menginjak paruh ketiga di mana filmnya menapaki sebuah metode berlawanan. Untungnya, ini bukan sebuah masalah yang patut diperdebatkan, mengingat pencapaian mayornya lebih besar daripada kesalahan kecil yang tak sepadan.
Dalam sebuah adegan yang merupakan hasil kepiawaian naskah yang ditulis oleh Schnable bersama Louise Kugelberg dan Jean-Claude Carrière (Birth, Goya's Ghosts, A Bigger Splash) menampilkan sebuah pembicaraan intim van Gogh sesaat sebelum keluarnya ia di Saint-Rémy-de-Provence bersama seorang Pastor (Mads Mikkelsen), di mana Pastor menilai kewarasan dan mempertenyakan ragam lukisannya, van Gogh dengan bangga dan percaya bahwa Tuhan menjadi "pelukis untuk orang yang belum lahir". Ini merupakan titik balik sekaligus pencapaian terbaik filmnya yang berhasil menjawab segala stigma masyarakat mengenai pemikiran dirinya. Seiring berjalannya zaman, terbukti bahwa lukisan yang diciptakan van Gogh adalah sebuah mahakarya yang jarang dimiliki seorang seniman, Museum van Gogh di Belanda adalah bukti nyata ungkapan tersebut.
menyusul keputusan yang diambil oleh film animasi van Gogh berjudul Loving Vincent (2017), Schnabel menutup konklusinya dengan mengambil teori penulis Steven Naifeh dan Gregory White Smith dalam novel biografinya yang bertajuk Van Gogh: The Life, di mana dikatakan bahwa Vincent van Gogh tidak bunuh diri melainkan menjadi korban pembunuhan yang tidak disengaja serta permainan curang. Konklusinya memang tak didramatsisai, sama halnya dengan kejadian pemotongan telinga van Gogh yang dijadikan sorotan tersendiri, karena pada dasarnya At Eternity's Gate adalah sebuah wujud cinta Schnabel terhadap van Gogh dengan segala pemikiran seninya selain membuka mata dan melihat kita dalam menerima sesuatu yang berbeda sebelum menonton luar biasa
0 komentar:
Posting Komentar