September 04, 2025
KAAPPAAN (2019)
Kaappaan (Protector) dibuka melalui sebuah ledakan yang seseorang sengaja lakukan diatas kereta, diikuti setelahnya adalah pemandangan berupa ancaman pembunuhan terhadap Perdana Menteri, Candrakanth Varma (Mohanlal) di New Delhi oleh sekelompok teroris (baca: ISIS) yang menuntut lima rekannya di penjara. Perdana Menteri berhasil lolos dan diamankan, namun menteri persatuan dan komunikasi dalam tahanan hingga akhirnya meregang nyawa. "Bukan sebuah dosa mengorbankan seseorang demi keselamatan banyak orang". Demikian ucapan sang Perdana Menteri yang terdengar logis bahkan idealis.
Ungkapan bernada serupa nantinya akan sering kita dengar melalui mulut Perdana Menteri yang menjadikan Kaappaan sebagai satu lagi tontonan aksi patriotik langganan sinema Bollywood maupun Kollywood. Tak masalah jika opsi itu dipilih-selama nanti menghadirkan sebuah straighforwad menyenangkan sebagai hiburan yang tak perlu melibatkan pikiran. Namun, Kaappaan ingin tampil lebih, ambisi besar pun dikedepankan yang justru membawanya ke sebuah jurang kesesatan.
Salah satu teroris berhasil ditangkap dan mengungkapkan bahwa rencana selanjutnya adalah membunuh Perdana Menteri selama kunjungannya ke London. Mengetahui hal itu, National Security Guard (NSG) mengutus Kathiravan (Suriya) sebagai Special Protection Guard (SPG) bagi Perdana Menteri.
Paruh awal Kaappaan tampil terstruktur berkat naskah hasil tulisan Pattukottai Prabhakar (Vaadaa, Vanthaan Vendraan, Imaikka Nogidal) bersama sang sutradara K.V. Anand (Maattrraan, Anegan, Ayan) yang meluangkan waktu untuk narasi, bahkan sempat tampil mengecoh tatkala memperkenalkan karakter Kathir yang ternyata merangkap profesi sebgai petani organik. Nantinya, pondasi ini memberikan sebuah pemahaman yang cukup signifikan meskipun keseluruhan cerita tidak bernasib demikian.
Ya, setelah memasuki interval, Kaappaan mulai alih haluan dengan menampilkan beragam sub-plot yang tak hanya sekedar mengenai cerita seorang penjaga melawan teroris, ditempatkan bersamanya ragam formula biasa yang dibutuhkan meliputi sajian komedi, romansa bahkan sosial yang kehadirannya tampil tumpang tindih. Alur perpecahan ini malah mengeliminasi plot utama yang terasa dikesampingkan, pun tak sepenuhnya tampil maksimal.
Sebutlah cerita mengenai tertanam secara massal di mana pejabat pemerintah yang licik (diperankan oleh Boman Irani dalam sosok antagonis stereotif yang seketika akan mengingatkan kita pada memaksakan dalam Dilwale-nya Rohit Shetty) memanipulasi lahan pertanian guna dijadikan pabrik bahan kimia dengan mengirimkan serangga caelifera sebagai tindakan hingga cerita mengenai pengkhianatan. Itu semua ditampilkan secara bersamaan yang membuat inkoherensi terhadap narasi, sementara penyelesaiannya tampil mudah ditebak dengan sepenuhnya mengandalkan twist.
Padahal, penyutradaraan K.V. Anand berkesan kala menampilkan momen santai seperti ketika menangkap pembicaraan para menteri bersama Abhishek Varma (Arya), putera semata-mata wayang Candrakanth Varma yang kemudian menggantikan posisi-yang duduk santai dengan kaki di atas kursi dan meneguk minuman Starbucks secara perlahan, sama seperti tatkala Anand merangkai ragam aksi serta desingan tembakan yang tampil elegan (pengecualian bagi aksi diatas kereta), meskipun penuturannya jauh dari kesan baru.
Suriya tampil penuh kharismatik seperti biasa. Sangat menakutkan, romansanya bersama Anjali (Sayyeshaa), sekretaris kantor junior Perdana Menteri, urung tampil merekah akibat ketiadaan cerita yang banyak menampilkan keduanya sebagai seorang kekasih. Mohanlal di film ke-337 (sementara Suriya di film ke-37) tak memberikan sumbangsih lebih selain sebagai sosok Perdana Menteri yang kehadirannya dimanfaatkan sebagai penyalur atau penyampai pesan patriotik, Chirag Jani sebagai Ranjith Kumar adalah antagonis yang cukup membantu meski setelahnya berakhir sebagai sosok antagonis lain yang menguasai teknologi sebagai senjata utamanya.
Kaappaan berpotensi tampil menarik Andai memilih jalur lurus, saya lebih mengapresiasi itu daripada penuh kelokan-kalau mereview sebatas memilih jalan tengah dengan penye segaladerhanaannya. Credit tittle-nya setidaknya sedikit menjelaskan mengecewakan ketika nomor trek Kurilae Kurilae menangkap pesona keindahan Indonesia di mana Gunung Bromo dan Kawah Ijen Banyuwangi menjadi sebuah spotlite tersendiri.
0 komentar:
Posting Komentar