Senin, 01 September 2025

DENTING KEMATIAN (2020)

 DENTING KEMATIAN (2020)

Terkecuali Rumput Tetangga (2019), rilisan RA Pictures (yang kini berkolaborasi dengan Bad Monkey Picture)-meski terbilang produktif, selalu menghasilkan film berkualitas tiarap. Benar memang filmnya variatif, namun terlalu naif jika saya menyebut RA Pictures kekurangan penulis naskah dan sutradara handal. Nama seperti Demas Garin & Talitha Tan selalu dipakai sejak menulis naskah untuk The Secret: Suster Ngesot Urban Legend (2018), yang kemudian melahirkan 13: The Haunted (2018), Kembalinya Anak Iblis (2019) dan 4 Mantan (2020) yang keseluruhannya luar binasa itu. Lalu apa yang diharapkan dari tontonan bernama Denting Kematian?

Untungnya saya sudah khatam dengan film besutan sebelumnya yang juga tak membuat saya memasang ekspetasi tinggi dengan menekan harapan sedalam-dalamnya dan membiarkan keruwetan tersebut berlalu sebagaimana mestinya. Benar saja, sedari awal dibuka yang menampilkan sebuah kejadian sebelumnya kengawuran sudah memenuhi layar. Setumpuk tanya mengenai siapa, mengapa, dan bagaimana tak mampu dijawab oleh film yang sedari awal niatnya sebatas mengeruk finansial dan mengikuti hype, alih-alih membuatnya dengan hati, yang sejujurnya sangat perlu diterapkan sedari dini.

Di hari ulang tahunnya, Tyas (Brisia Jodie) mendapat sebuah kado berupa kotak musik pemberian kedua orang tuanya (Mathias Muhus & Ayu Diah Pasha). Betapa bahagianya Tyas mendapat kado tersebut diikuti dengan resminya ia berpacaran dengan Oscar (Evan Marvino) yang kemudian mengajaknya jalan-jalan. Ketika kotak musik itu dimainkan, tanpa Tyas ketahui, selalu mendatangkan petaka yang berakhir pada sebuah kematian.

Korban pertama adalah Oscar yang mati mengenaskan. Selanjutnya diikuti dengan kematian sang ayah yang bernasib serupa. Dibantu Bagus (Rangga Azof), sahabatnya sedari SMP yang juga menyimpan perasaan terhadap Tyas, keduanya menguak asal-muasal kotak musik yang disinyalir memiliki kutukan di masa lalu.

Menandai debut akting perdananya, Brisia Jodie tampil begitu kaku disaat kesulitan membentuk karakternya yang sebatas disembunyikan demi menjalankan sebuah twist. Jodie yang malang harus memasang wajah datar dan teriakan tertahan guna berperan sebagai peran utama yang entah maunya apa. Kondisi serupa juga dialami Sandrina Azzahra sebagai Roro, sahabat sanggar tarinya yang begitu iri terhadapnya. Lewat sebuah adegan konfrontasi yang sudah diketahui melalui trailer, begitu cringey-nya dialog yang dilontarkan karena selain terjebak sebuah persoalan logika, dipaparkan secara menggelikan.

Keberadaan narasi berjalan formulaik-namun menolak untuk tampil naif saat Denting Kematian berusaha mengajak penonton untuk mencari jawaban atas kebenaran-yang mewujudkan sebuah pemahaman tak beralasan (jika tak ingin disebut puncak). berikut pakem yang telah banyak ditampilkan sineas sebelumnya justru membuat Denting Kematian kebingungan akan apa yang ingin ditampilkan. Dari sini, stagnasi ikut berperan.

Harus diakui, keengganan memborbardir filmnya dengan rentetan jumpscare serampangan harus diapresiasi, yang berarti ini sama dengan menggantinya dengan deretan alur penuh syarat dan sarat akan kejemuan. Disutradarai oleh Rudi Soedjarwo (13: The Haunted, Kembalinya Anak Iblis), Denting Kematian tak banyak perubahan, selain sama-sama memiliki predikat film yang jauh dari kata layak.

Sebelum kematian karakternya berjalan sambil lalu, padahal ini seharusnya berperan memberikan dampak signifikan terhadap karakter Tyas. Begitu satu karakter mati, tidak ada momen pasti selain isak tangis tak janji dari Brisia Jodi, sementara Rangga Azof harus terkekang talentanya dan berakhir hanya sebatas penenang bagi Jodie. Pun, momen krusial lainnya berupa romansa, nihil sebuah urgensi saat filmnya kurang cakap menjalin momen di tengah pelestarian dari sekuen horor.

Terkait sosok hantu berwujud penari, asal-muasalnya patut untuk diperiksa yang kemudian lalai untuk diberikan sebuah peran selain sebagai alasan untuk menyebut Denting Kematian memiliki sosok berwujud hantu demi memfasilitas genre horor dibalik kedok thriller yang sebenarnya. Pun, untuk disebut sebagai sajian thriller, Denting Kematian tak mempunyai momen yang mencekam di saat parade kematian terjadi di luar layar.
Konklusi yang tadinya dimaksudkan untuk menyulut atensi diluar dugaan pula diharapkan mengejutkan-gagal seiring proses pengadeganan yang tak memiliki daya dan upaya guna mengerahkan penceritaan. Satu-satunya hal positif dan tampil efektif adalah tatkala lantunan kidung Jawa dimainkan, yang meski hanya sekilas-tampil begitu lugas.


0 komentar:

Posting Komentar