Kamis, 04 September 2025

LAILA MAJNU (2018)

 LAILA MAJNU (2018)

Sebagai romansa klasik, Laila Majnu berhasil memberikan nafas itu dengan melakukan sebuah modernisasi dan merupakan satu lagi kisah cinta kontemporer dari cerita atau legenda kisah cinta Layla dan Majnun yang sudah kita kenal betul pasca Nezami Ganjavi, sastrawan Persia asal Azerbaijan menuliskannya pada abad ke-12. Pun, ini adalah adaptasi ketiga Bollywood setelah Laila Majnu (1953) hingga Laila Majnu (1976) di mana Rishi Kapoor dan Ranjeeta Kaur masing-masing memerankan dua karakter utama lewat film Arah H. S. Rawail.

Disutradarai dan ditulis oleh Sajid Ali yang melakoni debut perdananya, sementara sang kakak, Imtiaz Ali (Rockstar, Tamasha, Jab Harry Met Sejal) juga membantu menulis naskahnya, Laila Majnu mengeliminasi kasta sebagai penghalang dan menggantinya dengan pikiran kolot masyarakat konservatif hingga kisruh konfrontasi politik, yang mana memberikan sebuah relevansi tersendiri di masa kini. Pun, penggantian Persia dengan Kashmir memperkuat aspek naratifnya.

Laila (Tripti Dimri) adalah seorang gadis berjiwa bebas di tengah kehidupan keluarganya yang konservatif. Setiap hari, Laila menjadi sorotan utama para lelaki yang selalu menggoda bahkan menguntitnya, namun tak ada dari mereka yang benar-benar ia kagumi. Pertemuan tak sengaja dengan Qais (Avinash Tiwary) di tengah malam setelah Qais mengencingi sang kakak sementara Laila menguntit para lelaki yang tengah menjalin asmara menjadi awal terbentuknya rasa cinta di antara keduanya. 

Dimulai dengan sebuah perasaan benci menjadi cinta, Laila Majnu tak mengubahnya sebuah romansa yang sebatas memenuhi stereotif pada paruh awal awal, di mana kata gombal tentang pernikahan menjadi sebuah pemandangan lumrah dalam romantika keduanya. Tak sepenuhnya berjalan mulus, beberapa di antaranya mampu menarik ketegangan lewat sebuah interaksi manis, sebutlah momen di acara pernikahan yang melibatkan teh hanya untuk mendapatkan sebuah nomor telepon.

Memasuki konflik utama, Laila Majnu terpogoh-pogoh dalam membukanya saat tuturannya terkandala sebuah pengadeganan yang kurang setara. Menyusul setelahnya adalah landasan mengenai permusuhan kedua orang tua yang sebatas berjalan di permukaan tatkala muatan politik dan kebencian tak pernah terasa keberadaannya. 

Laila kemudian dipaksa menikah dengan pria kepercayaan sang ayah, Ibban (Sumit Kaul) hanya untuk menemukan neraka baru di kehidupannya. Cerita berselang empat tahun kemudian setelah Qais memutuskan untuk pergi ke London dan melarang Laila mencari dirinya sendiri. Keduanya menjalani hidup penuh derita atas nama cinta.

Tragedi kembali menimpa Qais saat sang ayah meninggal dunia. Kepulangannya ke Kashmir kembali membangkitkan kenangan dirinya bersama Laila ditengah kisruh keluarga mengenai hak waris (yang tampil dipaksakan). Mencoba memperbaiki diri, Qais justru kembali terjebak pada situasi baru-meski halangan telah mereka hempaskan, ia harus kembali menunggu untuk merengkuh sebuah kebahagiaan yang malah membawa pada sebuah keadaan yang tak diharapkan.

Dari sini, intensitas Laila Majnu kembali naik setelah Sajid Ali menuturkan segala aspek dengan sebuah penyederhanaan yang mestinya tak terjadi. Naskahnya menyimpan setumpuk muatan yang coba dijejalkan agar penonton paham pula menghormati sumber asli yang seharusnya bisa lebih diakali. Setidaknya,paruh ketiga sedikit mengobati mengecewakan-meski tak sepenuhnya berjalan mulus.

Saya menyaksikan bagaimana Sajid melakukan khayalan dan realita menjadi sebuah gambaran indah akan kisah cinta lengkap dengan lanskap cantik penuh naturalisasi kota Kashmir lewat tangkapan kamera Sayak Bhattacharya (Rockstar, Highway, Jab Tak Hai Jaan) sementara lantunan musik dari Niladri Kumar dan Joi Barua tak henti-hentinya memberikan sebuah romantisasi, favorit saya adalah Aahista dan Oo Meri Laila.

Melakoni debut perdananya, Tripti Dimri dan Avinash Tiwary menghadirkan sebuah chemistry manis di tengah performa keduanya yang penuh sensibiltas, utamanya Avinash ketika dituntut melakukan totalitas memerankan Majnu, sementara tulisan ini dibuat, kecantikan Tripti Dimri masih membayangi sanubari, melupakan saya dengan hasil akhir Laila Majnu yang meski bukan sebuah tontonan kredibel-adalah tontonan yang memperlakukan kerinduan akan romansa klasik, sederhana dan melegenda.

0 komentar:

Posting Komentar