Sajen (2018)

Pemeran: Amanda Manopo, Angga Yunanda, Steffi Zamora, Jeff Smith, Rachel Amanda, Chantiq Schagerl, Nova Soraya, Alfie Alfandy, Virnie Ismail, Minati Atmanagara, Ricky PerdanaSutradara: Hanny R. SaputraStudio: Starvision Plus
Hadirnya tiga sesajen yang tersebar di sekolah SMA Pelita Bangsa membuat Alanda (Amanda Manopo), siswi berprestasi di sekolah tersebut tertarik untuk menguak dan menyelidiki fenomena bullying yang ada disekolahnya yang dibantu kedua sahabatnya, yaitu Riza (Angga Yunanda) dan Kayla (Chantiq Schagerl). Sajen ketiga tersebut sengaja diletakan di loker perpustakaan, toilet perempuan dan ruang komputer untuk menenangkan arwah siswa-siswi SMA Pelita Bangsa yang konon gentayangan setelah mereka bunuh diri gara-gara tekanan batin yang alami semasa mereka di sekolah.Aksi bullying angkatan tahun ini dilakukan oleh Bianca (Steffi Zamora), Davi (Jeff Smith) serta anggota genk populer disekolah. Beberapa siswa siswi lain yang menjadi korban selalu pasrah ketika Bianca dan teman-temannya melakukan aksi bullying. Tapi, yang dilakukan Alanda justru sebaliknya. Ia melawan bahkan berani merekam aksi intimidasi Bianca sebagai barang bukti menggunakan kamera milik almarhum ayahnya. Melihat keberanian Alanda, membuat Riza dan Kayla cemas.
Suatu hari Bianca tak sengaja melihat Alanda sedang merekam aksinya, ia marah lalu mengambil paksa kamera milik Alanda. Bianca dan Davi berjanji akan mengembalikan kamera tersebut, jika Alanda datang ke rumah Davi. Awalnya Alanda tidak ingin pergi ke rumah Davi, namun karena kamera tersebut meninggalkan almarhum ayah, ia memutuskan nekat untuk pergi ke rumah Davi. Usai tiba disana, Alanda dijebak oleh Davi, Bianca dan teman-temannya. Alanda dipaksa untuk mabuk hingga tak sadarkan diri. Alanda yang dalam keadaan mabuk berat, dijamu oleh mereka lalu di viralkan disekolah.Alanda dilanda depresi berat. Gara-gara video tersebut, beasiswa Alanda dicabut, kesempatan untuk memenangkan beasiswa kuliah di luar negeri untuknya juga dibatalkan oleh kepala sekolah (Minati Atmanagara). Hingga yang paling menggetarkan jiwa adalah, ketika mabuk berat, kehormatan Alanda direnggut oleh Davi. Karena tak mampu menanggung beban semua ini, Alanda memutuskan untuk bunuh diri. Ibunya (Nova Soraya) sangat shock anak kesayangannya kini telah tiada dengan cara yang tidak wajar. Kemarahan dan amarah Alanda membuat arwahnya tidak tenang dan mendorongnya untuk membalas dendam kepada orang-orang yang telah menghancurkan hidupnya.
ini cukup terasa kuat yang uudibuka dengan drama tentang kehidupan dan konflik bullying disekolah yang sukses memberikan rasa menarik bagiku ketika menontonnya. Haqi dengan baik menjaga plot film drama ini agar tidak tampil berlebihan. Apalagi ketika part Nova Soraya, sisi emosionalnya terasa kuat sebagai seorang ibu yang kehilangan sekaligus berjuang mencari keadilan untuk anaknya yang menjadi korban bullying disekolah yang terasa sangat menutup mata akan aksi ini. Beberapa hal kecil juga dijelaskan dengan baik dan konsisten oleh sang sutradara dan penulis skenario di awal film. Ketika Alanda terbunuh, teror mulai ditebar oleh Haqi dan Hanny R. Saputra. Namun menurutku plot horor dalam film ini super nanggung. Aksi arwah gentayangan untuk membalas dendam dalam film ini cukup dapat diprediksi dan mainstream. Hal ini semakin diperparah dengan penggunaan efek visual yang tidak terlalu penting dibeberapa bagian. Jumpscare yang ditebar juga kebanyakan hanya penampakan standar serta musik berisik saja. Penggunaan lokasi sekolah yang terbilang elite ini juga terasa terlalu mewah dan "hi-tech" untuk genre horor dalam film. Sejujurnya, sepanjang nonton film ini, aku gak merasakan atmosfer horor yang sama sekali, malah merasa wow tiap layar bioskop yang menampilkan sekolah Pelita Bangsa ini. Menjelang paruh akhir film, sang sutradara merasakan kebingungan untuk mengakhiri filmnya, hal ini terlihat dari pemilihan ending film yang terasa buru-buru dan semakin tidak rasional.
Untuk jajaran pemain, aku dibuat suka dengan karakter yang dimainkan Amanda Manopo. Tidak terlalu berlebihan sebagai anak sekolah. Steffi Zamora juga sangat cocok memerankan karakter antagonis. Raut muka serta isyaratnya emang udah terlihat jahat hehe. Angga Yunanda dan Jeff Smith juga tampil tidak terlalu mengecewakan. Yang cukup menakutkan adalah karakter yang diperankan oleh Rachel Amanda disini terasa mubazir. Sayang banget tidak terlalu diekspos lebih dalam. Nova Soraya dan Minati Atmanagara jelas memberikan performa oke nya disini. Apalagi ketika keduanya beradu mulut, ekspresi Nova sebagai seorang ibu dan Minati sebagai kepala sekolah yang tak ingin kasus bullying ini diungkit begitu meyakinkan. Namun hal tersebut sedikit terganggu ketika sang sutradara malah menyelipkan adegan film horor ala-ala
dimana hantu Alanda muncul dari televisi. Ngeselin.Secara keseluruhan, debut perdana penulis skenario favoritku Haqi Achmad ini dalam menulis cerita horor tidak seperti apa yang kubayangkan. Semoga kedepannya bisa mendapatkan sutradara atau produser yg klop jika menulis skenario horor lagi. Amiin.

Pemeran: Amanda Manopo, Angga Yunanda, Steffi Zamora, Jeff Smith, Rachel Amanda, Chantiq Schagerl, Nova Soraya, Alfie Alfandy, Virnie Ismail, Minati Atmanagara, Ricky Perdana
Sutradara: Hanny R. Saputra
Studio: Starvision Plus
Hadirnya tiga sesajen yang tersebar di sekolah SMA Pelita Bangsa membuat Alanda (Amanda Manopo), siswi berprestasi di sekolah tersebut tertarik untuk menguak dan menyelidiki fenomena bullying yang ada disekolahnya yang dibantu kedua sahabatnya, yaitu Riza (Angga Yunanda) dan Kayla (Chantiq Schagerl). Sajen ketiga tersebut sengaja diletakan di loker perpustakaan, toilet perempuan dan ruang komputer untuk menenangkan arwah siswa-siswi SMA Pelita Bangsa yang konon gentayangan setelah mereka bunuh diri gara-gara tekanan batin yang alami semasa mereka di sekolah.
Aksi bullying angkatan tahun ini dilakukan oleh Bianca (Steffi Zamora), Davi (Jeff Smith) serta anggota genk populer disekolah. Beberapa siswa siswi lain yang menjadi korban selalu pasrah ketika Bianca dan teman-temannya melakukan aksi bullying. Tapi, yang dilakukan Alanda justru sebaliknya. Ia melawan bahkan berani merekam aksi intimidasi Bianca sebagai barang bukti menggunakan kamera milik almarhum ayahnya. Melihat keberanian Alanda, membuat Riza dan Kayla cemas.
Suatu hari Bianca tak sengaja melihat Alanda sedang merekam aksinya, ia marah lalu mengambil paksa kamera milik Alanda. Bianca dan Davi berjanji akan mengembalikan kamera tersebut, jika Alanda datang ke rumah Davi.
Awalnya Alanda tidak ingin pergi ke rumah Davi, namun karena kamera tersebut meninggalkan almarhum ayah, ia memutuskan nekat untuk pergi ke rumah Davi. Usai tiba disana, Alanda dijebak oleh Davi, Bianca dan teman-temannya. Alanda dipaksa untuk mabuk hingga tak sadarkan diri. Alanda yang dalam keadaan mabuk berat, dijamu oleh mereka lalu di viralkan disekolah.
Alanda dilanda depresi berat. Gara-gara video tersebut, beasiswa Alanda dicabut, kesempatan untuk memenangkan beasiswa kuliah di luar negeri untuknya juga dibatalkan oleh kepala sekolah (Minati Atmanagara). Hingga yang paling menggetarkan jiwa adalah, ketika mabuk berat, kehormatan Alanda direnggut oleh Davi. Karena tak mampu menanggung beban semua ini, Alanda memutuskan untuk bunuh diri. Ibunya (Nova Soraya) sangat shock anak kesayangannya kini telah tiada dengan cara yang tidak wajar. Kemarahan dan amarah Alanda membuat arwahnya tidak tenang dan mendorongnya untuk membalas dendam kepada orang-orang yang telah menghancurkan hidupnya.
ini cukup terasa kuat yang uudibuka dengan drama tentang kehidupan dan konflik bullying disekolah yang sukses memberikan rasa menarik bagiku ketika menontonnya. Haqi dengan baik menjaga plot film drama ini agar tidak tampil berlebihan. Apalagi ketika part Nova Soraya, sisi emosionalnya terasa kuat sebagai seorang ibu yang kehilangan sekaligus berjuang mencari keadilan untuk anaknya yang menjadi korban bullying disekolah yang terasa sangat menutup mata akan aksi ini. Beberapa hal kecil juga dijelaskan dengan baik dan konsisten oleh sang sutradara dan penulis skenario di awal film. Ketika Alanda terbunuh, teror mulai ditebar oleh Haqi dan Hanny R. Saputra. Namun menurutku plot horor dalam film ini super nanggung. Aksi arwah gentayangan untuk membalas dendam dalam film ini cukup dapat diprediksi dan mainstream. Hal ini semakin diperparah dengan penggunaan efek visual yang tidak terlalu penting dibeberapa bagian. Jumpscare yang ditebar juga kebanyakan hanya penampakan standar serta musik berisik saja. Penggunaan lokasi sekolah yang terbilang elite ini juga terasa terlalu mewah dan "hi-tech" untuk genre horor dalam film. Sejujurnya, sepanjang nonton film ini, aku gak merasakan atmosfer horor yang sama sekali, malah merasa wow tiap layar bioskop yang menampilkan sekolah Pelita Bangsa ini. Menjelang paruh akhir film, sang sutradara merasakan kebingungan untuk mengakhiri filmnya, hal ini terlihat dari pemilihan ending film yang terasa buru-buru dan semakin tidak rasional.
Untuk jajaran pemain, aku dibuat suka dengan karakter yang dimainkan Amanda Manopo. Tidak terlalu berlebihan sebagai anak sekolah. Steffi Zamora juga sangat cocok memerankan karakter antagonis. Raut muka serta isyaratnya emang udah terlihat jahat hehe. Angga Yunanda dan Jeff Smith juga tampil tidak terlalu mengecewakan. Yang cukup menakutkan adalah karakter yang diperankan oleh Rachel Amanda disini terasa mubazir. Sayang banget tidak terlalu diekspos lebih dalam. Nova Soraya dan Minati Atmanagara jelas memberikan performa oke nya disini. Apalagi ketika keduanya beradu mulut, ekspresi Nova sebagai seorang ibu dan Minati sebagai kepala sekolah yang tak ingin kasus bullying ini diungkit begitu meyakinkan. Namun hal tersebut sedikit terganggu ketika sang sutradara malah menyelipkan adegan film horor ala-ala
ini cukup terasa kuat yang uudibuka dengan drama tentang kehidupan dan konflik bullying disekolah yang sukses memberikan rasa menarik bagiku ketika menontonnya. Haqi dengan baik menjaga plot film drama ini agar tidak tampil berlebihan. Apalagi ketika part Nova Soraya, sisi emosionalnya terasa kuat sebagai seorang ibu yang kehilangan sekaligus berjuang mencari keadilan untuk anaknya yang menjadi korban bullying disekolah yang terasa sangat menutup mata akan aksi ini. Beberapa hal kecil juga dijelaskan dengan baik dan konsisten oleh sang sutradara dan penulis skenario di awal film. Ketika Alanda terbunuh, teror mulai ditebar oleh Haqi dan Hanny R. Saputra. Namun menurutku plot horor dalam film ini super nanggung. Aksi arwah gentayangan untuk membalas dendam dalam film ini cukup dapat diprediksi dan mainstream. Hal ini semakin diperparah dengan penggunaan efek visual yang tidak terlalu penting dibeberapa bagian. Jumpscare yang ditebar juga kebanyakan hanya penampakan standar serta musik berisik saja. Penggunaan lokasi sekolah yang terbilang elite ini juga terasa terlalu mewah dan "hi-tech" untuk genre horor dalam film. Sejujurnya, sepanjang nonton film ini, aku gak merasakan atmosfer horor yang sama sekali, malah merasa wow tiap layar bioskop yang menampilkan sekolah Pelita Bangsa ini. Menjelang paruh akhir film, sang sutradara merasakan kebingungan untuk mengakhiri filmnya, hal ini terlihat dari pemilihan ending film yang terasa buru-buru dan semakin tidak rasional.
Untuk jajaran pemain, aku dibuat suka dengan karakter yang dimainkan Amanda Manopo. Tidak terlalu berlebihan sebagai anak sekolah. Steffi Zamora juga sangat cocok memerankan karakter antagonis. Raut muka serta isyaratnya emang udah terlihat jahat hehe. Angga Yunanda dan Jeff Smith juga tampil tidak terlalu mengecewakan. Yang cukup menakutkan adalah karakter yang diperankan oleh Rachel Amanda disini terasa mubazir. Sayang banget tidak terlalu diekspos lebih dalam. Nova Soraya dan Minati Atmanagara jelas memberikan performa oke nya disini. Apalagi ketika keduanya beradu mulut, ekspresi Nova sebagai seorang ibu dan Minati sebagai kepala sekolah yang tak ingin kasus bullying ini diungkit begitu meyakinkan. Namun hal tersebut sedikit terganggu ketika sang sutradara malah menyelipkan adegan film horor ala-ala
dimana hantu Alanda muncul dari televisi. Ngeselin.
Secara keseluruhan, debut perdana penulis skenario favoritku Haqi Achmad ini dalam menulis cerita horor tidak seperti apa yang kubayangkan. Semoga kedepannya bisa mendapatkan sutradara atau produser yg klop jika menulis skenario horor lagi. Amiin.
0 komentar:
Posting Komentar