Selasa, 29 Juli 2025

Pusaka (2024)

Pusaka (2024)

Pemeran: Susan Sameh, Ajil Ditto, Ully Triani, Bukie B. Mansyur, Sofia Shireen, Shareefa Daanish, Sahila Hisyam, Joseph Kara, Ikhsan Samiaji, Coki Anwar, Slamet Rahardjo

Sutradara: Rizal Mantovani

Studio: Gambar MVP, Film A&Z
Kakak beradik Randi (Bukie B. Mansyur) dan Bian (Sofia Shireen) mendapatkan warisan berupa sebuah rumah besar dari ayah mereka yaitu Pak Wisangko (Slamet Rahardjo) yang baru saja meninggal. Selain menerima warisan, Randi dan Bian juga mendapat surat wasiat agar rumah tersebut tidak untuk dijual dan harus dijadikan museum. Semasa hidup, Pak Wisangko merupakan salah satu kolektor besar yang mengoleksi benda-benda pusaka. Semua barang yang ia dapatkan disimpan di rumahnya. Randi pun meminta bantuan kepada temannya yang bekerja sebagai konsultan yaitu Nina (Shareefa Daanish) untuk menyulap rumah besar tersebut menjadi museum benda-benda pusaka.
Nina beserta tim nya yaitu Hanna (Susan Sameh), David (Ajil Ditto), Sandra (Ully Triani), Mayang (Sahila Hisyam) dan Ade (Ikhsan Samiaji) datang ke rumah Randi untuk melakukan riset perencanaan pembuatan museum. Setibanya disana, mereka terkejut karena rumah Randi jauh lebih besar dari bayangan. Randi meminta waktu selama 3 hari kepada Nina untuk menerima tawaran tersebut. Jika lebih dari 3 hari dan Nina tidak menyanggupi, maka ia akan mencari konsultan lain.
Karena kebutuhan finansial kantor yang mendesak, Nina pun bersedia menerima tawaran dari Randi. Ia dan eksekutif langsung bekerja dengan dibantu oleh Profesor Dirga (Joseph Kara), rekan dari mendiang Pak Wisangko yang mempelajari banyak benda pusaka di rumah tersebut. Agar pekerjaan cepat selesai dan tak perlu bolak-balik, Randi pun mempersilakan Nina dan keluarga untuk tinggal di rumah. Nina kemudian membagi tugas kepada pengurus untuk mengeksplor setiap ruangan yang ada di rumah tersebut.
Selama mereka bekerja, Hanna merasa risih dan tak nyaman terhadap sikap Sandra yang selalu membicarakan permasalahan di masa lalu yang menimpa dirinya. Selain itu, Profesor Dirga dan Mayang juga dibuat kesal terhadap Sandra yang selalu berbicara sembarangan serta memainkan benda-benda pusaka dengan sembarangan. Melihat Hanna yang selalu dijelek-jelekan oleh Sandra membuat David terpancing emosi dan langsung memarahi Sandra. Pertengkaran pun tak terhindarkan. Keduanya saling menyalahkan satu sama lain. Sandra yang kesal kemudian mendorong David dan tak sengaja membuka pintu tersembunyi dibalik lemari buku.
Randi dan Bian terkejut karena selama ini mereka tidak mengetahui tentang keberadaan pintu tersebut. Mereka berdua bersama Profesor Dirga, Hanna, David, Sandra dan Mayang memasuki pintu yang menuju ruangan basement. Saat berada disana, mereka menemukan banyak sekali benda pusaka termasuk beberapa keris, patung dan prasasti. Ketika Profesor Dirga dan Mayang berusaha membaca beberapa prasasti di sana, Sandra bertingkah aneh setelah ia mengambil sebuah keris. Tak hanya itu saja, Sandra yang kerasukan langsung berlari berusaha mencelakai siapapun dihadapannya. Profesor Dirga menjadi korban pertama dengan luka tusuk di bagian perut. David dan Randi langsung berlari menyelamatkan Profesor Dirga. Mereka yang tersisa kemudian berlari keluar dari basement secepat mungkin.
Mendengar kegaduhan yang terjadi membuat Nina dan Ade yang ada di ruang tengah langsung berlari menemui rekan-rekannya. Mereka terkejut dan histeris melihat Profesor Dirga terluka. Randi, Bian, Hanna, David, Nina, Mayang dan Ade terpaksa harus berpencar untuk bersembunyi dari Sandra yang kerasukan. Semakin kacau karena kondisi listrik di rumah Keadaan tersebut tidak stabil. Satu-satunya cara untuk bisa keluar dari rumah hanya melalui pintu utama saja karena akses pintu lain dan semua jendela ditutupi oleh teralis besi. Apa yang sebenarnya terjadi di rumah Pak Wisangko? Mungkinkah Sandra terkena kutukan jahat dari keris yang mengincar tujuh nyawa?
ini terbilang original dan tidak berdasarkan dari novel, thread maupun podcast. Husein M. Atmodjo menghadirkan cerita tentang sekelompok pekerja yang diminta untuk merenovasi sebuah rumah mewah untuk dijadikan museum. Dengan menghadirkan banyak karakter, sang penulis dan sutradara rupanya masih terlihat kesulitan untuk mengembangkan masing-masing karakter yang ada. Beberapa karakter terasa tidak penting dan gagal untuk saling melengkapi satu sama lain. Sudut pandang cerita pun tidak konsisten sehingga membingungkan penonton untuk bersimpati dan fokus kepada siapa. Bahkan ada satu background story dari salah satu karakter yang tiba-tiba saja muncul dan terasa keluar dari konteks utama cerita film ini. Yang tak kalah mengganggu, beberapa dialog dari para karakter pun masih terasa kaku dan tidak terkesan natural. Cukup melirik sih, padahal sudah memasang nama-nama aktor yang sudah sering tampil di film-film layar lebar. Memasuki momen horor dan pedang, Rizal Mantovani terlihat sekali ingin keluar dari zona nyamannya yang selama ini identik dengan pure horror saja.


0 komentar:

Posting Komentar