Agustus 26, 2025
THE STRANGERS: PREY AT NIGHT (2018)
The Strangers (2008) adalah film yang nyaris tanpa plot dan menyukai karakter sekalipun, bermodalkan ruangan gelap dengan sepasang kekasih yang bermitra dengan tambahan bahaya berupa sosok bertopeng yang siap mengambil nyawa. Kuota durasi sepanjang 107 menit hanya dihabiskan untuk tetap pada pola diatas. Satu dekade berselang Bryan Bertino sebagai sutradara kembali menampilkan filmnya, jelas ada sebuah pengalaman untuk belajar dari hal tersebut dan bahkan kini bangku sutradara pun ia serahkan kepada Johannes Roberts (The Other Side of the Door, 47 Meters Down).
Tak hanya menampilkan dua karakter saja, Bertino yang turut dibantu Ben Ketai menambah karakternya tentang sebuah keluarga yang terdiri dari Mike (Martin Henderson) sang ayah, Cindy (Christina Hendricks) sang ibu, Luke (Lewis Pullman) sang anak laki-laki, dan Kinsey (Bailee Madison), sang anak perempuan sekaligus sumber masalah yang selalu memberontak pula sepanjang ketus. Kenakalan Kinsey membuatnya dikirim ke sekolah asrama. Sebelum ia pergi, mereka berempat memutuskan berlibur untuk menghabiskan waktu bersama sebagai keluarga. Tidak ada yang menyadari kebersamaan itu jadi yang terakhir kali ketika tiga orang asing bertopeng melancarkan aksinya.
Jelas jika menilik sinopsis diatas premisnya begitu tipis bahakan murahan sekalipun, tak sepeduli berapa tipis plotnya toh tujuan sebuah film thriller adalah menampilkan sebuah sadisme yang berakhir pada kematian para tokohnya, dan kita pun tahu itu. Namun yang menjadi dasar utama adalah bagaimana Roberts sendiri menampilkan sekuen tersebut, menyakiti karakternya yang kemudian membuatnya kehilangan nyawa. The Strangers: Prey at Night pun terjatuh pada sebuah metode medioker yang usang dan terlampau jamak kita temu, ajang tusuk-menusuk tanpa henti pun dilakukan Roberts guna menjalankan aksinya.
Roberts memang hendak mengulangi kesuksesan trik film horor tahun 80-90an, dimana sebagian besar adegan begitu terinspirasi oleh film tenar seperti Christine (1983), The Texas Chainsaw Massacre (1974), dan tentunya lagu-lagu 80an seperti Making Love Out of Nothing at All dan I Think We’re Alone Now yang sempat dipakai di Hari Ibu. Saya tidak setuju jika Roberts terinspirasi hal tersebut, namun jelas jika dibandingkan film pertamanya, film ini adalah sebuah kualitas yang unggul.
Paruh pertama dihabiskan untuk bermain pada metode petak umpet serta kejar-kejaran bersama sang musuh, memang terasa berulang-ulang dan bahkan seolah dibuat guna menambah durasi. Saya begitu terganggu kala karakternya sering digambarkan bodoh, sebut saja ketika sebuah adegan karakternya memegang pelatuk, tinggal tekan maka sang musuh akan mati begitu saja, namun disini kekesalan saya memuncak sambil bertanya pada diri sendiri untuk apa saya peduli pada karakternya jika karakternya sendiri urung peduli pada dirinya dan enggan untuk selamat dari marabahaya.
Paruh ketiga berjalan cukup baik kala sekuen adegan di kolam renang menjadi sebuah titik balik karakternya untuk berusaha menyelamatkan diri, meski ketiadaan momen mencekam yang diisi oleh lagu lawas. Saya pun ikut bersemangat sambil mengharapkan karakternya akan selamat, disini juga pun menjadi turunnya ketegangan ketegangan yang perlahan mulai memudar meski dipacu adegan aksi yang melelahkan namun menciptakan sebuah kesan tersendiri kala karakternya mulai berusaha menyelamatkan diri yang membuat filmnya sengaja berjalan lambat. Namun, seperti yang saya singgung tadi, The Strangers: Prey at Night adalah sebuah menampilkan kualitas dari film pertamanya, meskipun kualitas itu berjalan beberapa langkah.
0 komentar:
Posting Komentar