Agustus 20, 2025
IVANNA (2022)
Sebagai film keenam dari bagian Danur Universe, Ivanna yang sebelumnya telah diperkenalkan kepada penonton dalam Danur 2: Maddah (2018) seolah memberi secercah harapan bahwa kali ini universe-nya berada di tangan yang tepat. Setelah Awi Suryadi dan Rizal Mantovani, kini giliran Kimo Stamboel (DreadOut, Ratu Ilmu Hitam) yang unjuk gigi, dan ya, sejauh ini Ivanna adalah bagian terbaik bahkan layak dijadikan salah satu film horor lokal terbaik (tentunya sebelum Pengabdi Setan 2 Communion tayang).
Membuka filmnya dengan latar tahun 1943, di mana seorang gadis Belanda bernama Ivanna van Dijk (Sonia Alyssa) tengah menyelamatkan bangsa inlander (pribumi) dari serangan tentara Nippon, Jepang di bawah Kolonel Matsuya (Hiroaki Kato). Tentu ada peristiwa berdarah di sana, sebagaimana yang Kimo tampilkan secara berani (dan merupakan keahliannya) dalam pembukannya. Demi menghindari spoiler, saya takkan mengungkap detail tersebut selain ini merupakan awal dari sebuah balas dendam bermula.
1993, Ambar (Caitlin Halderman) dan Dika (Jovarel Callum) adiknya, memutuskan untuk pindah ke panti jompo setelah kepergian kedua orang tuanya. Dengan penglihatan yang buram (low vision), kedatangan Ambar dan Dika disambut oleh Agus (Sandy William) dan ibunya, Bi Wati (Kenes Andari) pemilik panti jompo tersebut. Disana juga turut hadir Rina (Taskya Namya), pacar sekaligus perawat panti yang menyisakan Kakek Farid (Yayu Unru), Nenek Ani (Yati Surachman) dan Oma Ida (Rina Hassim) karena banyak dari mereka yang memilih pulang pada hari raya Idul Fitri, kedatangan Arthur (Junior Roberts), cucu Oma Ida pun ikut menambah penghuni panti.
Malam tiba, hujan mengguyur diluar ketika Ambar mulai mencari Dika dan tanpa sengaja jatuh terperosok ke sebuah ruangan bawah tanah. Ketika menyelamatkan Ambar, Agus dan Arthur menemukan sebuah barang klasik berupa piringan musik dan patung tanpa kepala. sama seperti kebanyakan film horor, dari rangkaian teror bermula.
Ivanna menampilkan sebuah komparasi sarat diferensiasi yang tak dimiliki oleh film Danur Universe sebelumnya tatkala paruh utama filmnya digunakan untuk bercerita. Naskah yang masih digawangi Lele Laila akhirnya menemukan pijakan yang sebenarnya seolah ini bukan tulisan yang ia buat. Pun, dalam tuturannya, tak ada kesan pengejawantahan agama, melainkan bak sebuah antitesis meskipun latar Idul Fitri adalah wadahnya. Ada pembicaraan seputar cucu yang tak berpuasa, kakek nakal yang menyelundupkan miras di bulan puasa hingga dua insan yang saling memadu asmara di malam takbiran tiba.
Terpenting, semuanya memiliki kontuniti yang tak hanya sekedar mengisi durasi, sebagaimana banyaknya tempat menjadi saksi bisu hilangnya nyawa. Terkait urusan eksekusinya, Kimo menggunakan gaya keahliannya, di mana elemen thriller-slasher seolah merupakan kedok bagi film yang mengatasnamakan horor. Bersiaplah untuk melihat peristiwa "penjagalan" yang bak sebuah ironi di hari raya Idul Fitri.
Meskipun demikian, Kimo tetap mempertahankan ciri khas instalasi filmnya yang setia terhadap supernatural horror, itupun dalam kadar yang tepat guna dan jauh dari kesan jumpscare Tidak seperti gemar yang dilakukan pendahulunya. Sebutlah momen yang ditampilkan dalam trailer ketika sosok hantu Ivanna tanpa kepala mencoba menyerang Ambar dari belakang, momen tersebut tampil lebih sunyi dan mencekam. Hasilnya, sebagaimana yang terjadi di tempat studio saya menonton, jeritan pun tumpah, tanpa dibarengi dengan tertawaan.
Bukan tanpa cela, adakalanya pengisahan Ivanna pun tampil lebih cerewet dengan menyebutkan segala macam peristiwa-yang terjadi tak sampai mengganggu lajur cerita. Pun, keputusan menambahkan sosok comic-relief dalam wujud tokoh polisi bernama Yudi (Tanta Ginting) dirasa kurang selaras dari film yang aslinya tampil serius. Lagi pula, Ivanna bak sajian horror b-movie yang menanggalkan segala logika (pertanyaan terkait hantu kepala yang berbicara dan berjalan tentu tak perlu dianggap terlalu serius) dan murni sebagai saian over-the-top, dan itu bekerja sesuai tujuan.
Dari segi teknis, tata kamera yang direkam Patrick Tashadian (DreadOut, Ratu Ilmu Hitam, Sekte) berjasa melahirkan sebuah gambar yang tak hanya sebatas gaya, sebutlah transisi dari buram ke terang yang memfasilitasi penglihatan Ambar, atau teknik kamera over-the-body yang sekali lagi tampil tepat guna.
0 komentar:
Posting Komentar