Selasa, 26 Agustus 2025

BEYOND THE CLOUDS (2018)

 BEYOND THE CLOUDS (2018)

"Dalam nama Tuhan" itulah kalimat pembuka Beyond the Clouds. Majid Majidi sebelumnya juga membuka film The Color of Paradise (1999) dengan kalimat "untuk kemuliaan Tuhan". Entah saya lupa dengan awal pembuka Children of Heaven (1997) yang mungkin sempat Majid Majidi buka dengan sebuah kalimat bernada spiritual. Ya, sang sutradara menggarap filmnya bak sedang berdoa, tapi bukan berupa sebuah permohonan, melainkan melantunkan baris puji demi puji kepada Sang Pencipta. Seperti dalam film ini misalnya menyibak sebuah tabir bahwa fitrah manusia adalah untuk berbuat kebaikan.

Ya, memang tak semua manusia berbuat baik, namun seburuk apapun kelakuan dan empunya hati, disana masih ada kebaikan. Aamir (Ishaan Khatter) film protagonis ini misalnya, yang sehari-hari mencari nafkah sebagai kurir narkoba. Ketika sikap bengalnya membuat kesal seorang pentolan dunia hitam setempat, Aamir sering diburu oleh polisi. Tersudut, ia meminta bantuan sang kakak, Taara (Malavika Mohanan) yang dulu sempat ditelantarnya. Masih besar rasa puas Taara terhadap sang adik, namun sebagaimana ia menyediakan tempat khusus untuk para merpati, sang adik pun ia berikan tempat. Sampai tiba sebuah ujian, ketika membantu sang adik justru mendatangkan petaka bagi Taara.

Narkoba kepunyaan Aamir dititipkan pada Akshi (Gautam Ghose), salah satu rekan kerjanya. Malang, ketika hendak mengambil titipan narkoba, Taara justru hendak diperkosa. Sebagai upaya perlindungan diri, Taara memukul kepala Akshi dengan batu. Akshi desah. Apabila terbunuh Taara akan dipidana terkait kasus pembunuhan seumur hidup. Tentu ini sebuah pukulan yang keras bagi Aamir kala melihat sel yang begitu kumuh. Aamir terpaksa merawat Akshi demi Taara daripada melenyapkan nyawanya yang mana lebih mudah ia lakukan.

Situasi semakin pelik kala ibu (G.V. Sharada) beserta kedua anak Akshi, Tanisha (Dwani Rajesh) dan Asha (Amruta Santosh Thakur) datang. Mereka miskin. Membayar biaya rumah sakit akan menghabiskan seluruh hartanya, sementara mendengar perbuatan Akshi justru akan menghancurkan mereka. Serupa kebaikan Taara kepada para merpati, Aamir pun mengajak keluarga Akshi untuk tinggal bersama di rumah. Di sini proses mengais pundi demi pundi kebaikan bermula, dan Majid Majidi melalaui buah pemikirannya dituangakan oleh Mehran Kashani (sebelumnya berduet bersama Majidi di The Song of Sparrows) dalam bentuk naskah. Membungkus sebuah pesan bahwa ketika kita berbuat baik pada sesama, maka nantinya akan dibalas dengan kebaikan pula.

Kedua belah pihak mulai menjalin kedekatan, bahkan menghasilkan senyuman tulus dan tulus di bibir mereka. Pemandangan terindah kala Aamir, Asha, Tanisha serta ibu dari Akshi bergiliran menunjukkan bakat, entah itu menyanyi atau belajar di sebuah tembok berhiaskan rumah yang tergambar dai crayon. Semua tampil begitu indah lewat balutan sinematografi dari Anil Mehta yang kerap juga memposisikan karakternya berada pada suatu keramaian, entah itu di balik jemuran, keramaian pasar hingga kumpulan burung. Mengubah setting Mumbai bak sebuah panggung dimana sebuah senyuman serta mimpi terdapat disana. Scoring gubahan A. R. Rahman (Slumdog Millionaire, 127 Hours) dilengkapi dengan lantunan musik bernuansa kultural yang unik.

Tentu kita dengan mudah bagaimana kisahnya berakhir, namun Majidi enggan bermain dengan transformasi instan. Ditengah proses “menuju kebaikan” yang dilakukan Aamir justru masih menyimpan hal yang sebaliknya. Namun begitulah, film ini enggan untuk menampilkan naif di tengah guliran pesan positif. Dalam kenyataannya pun proses demkian sulit untuk dilaksanakan secara instan, sama halnya dengan Aamir maupun Taara. Majidi membungkus sebuah adegan penutup filmnya begitu sederhana, menyiratkan sebuah pesan yang telah dilalui karakternya untuk meruntuhkan kegelapan, berbuat baik dan hidup dalam kedamaian.

0 komentar:

Posting Komentar