Agustus 20, 2025
KAJENG KLIWON (2020)
Pertama, saya ingin mengapresiasi keputusan sang pembuat terkait menambah wawasan khasanah sinema horor lokal, yang sebagaimana kita tahu bahwa Indonesia mempunyai beragam kepercayaan entah itu berupa mitos maupun dongeng yang berpotensi diangkat dalam ranah sinema secara luas. Kajeng Kliwon mengangkat cerita rakyat Bali mengenai satu hari di mana para dedemit keluar (semacam Malam Satu Suro dalam kepercayaan masyarakat Jawa) yang dijadikan filmnya sebatas sebuah tempelan belaka dan sibuk bermain dengan ranah drama, yang yah ... kurang bernyawa.
Agni (Amanda Manopo) adalah seorang dokter yang hidup bersama Nengah (Indah Kalalo), wanita yang mengasuhnya. Hendak melaksanakan pernikahan dengan Nicho (Chris Laurent), seorang fotografer yang sama sekali tidak memiliki darah Bali. Pertemuan dengan sebuah event organizer pun dicanangkan yang justru membuat keduanya saling bersebrangan, misalnya Agni ingin gaun pernikahan yang dirancang khusus sesuai keinginannya, sementara Nicho menolaj dengan alasan buang-buang uang. Dan apakah jawaban Agni? Ia mengatakan bahwa "pernikahan itu sekali seumur hidup", yang dalam penerapannya diulang lebih dari tiga kali.
Ditulis naskahnya oleh Baskoro Adi Wuryanto dan Nicholas Raven yang sukses melahirkan tontonan serupa dalam judul Ruqyah: The Exorcism (2017) hingga 11:11 Apa yang Kau Lihat (2019), Kajeng Kliwon tak mengubahnya sebatas clickbait yang memasang judul sarat pancingan-sementara isinya luar bisa tak berkesinambungan dan bahkan berantakan. Alih-alih menjelaskan apa yang diusung materinya, keduanya malah sibuk melahirkan dialog-dialog cringey yang bahkan sulit diterapkan oleh masyarakat sehari-hari. Tentu saja, ini disertai dengan tindakan demi tindakan bodoh karakternya.
Guna menambah semarak cerita ditambahkanlah karakter Dayu (Atikah Suhaime), mantan kekasih Nicho yang masih menyimpan perasaan, sementara di kubu Agni hadir seorang pria bernama Wijaya (Vincent Andrianto) yang terlihat jelas dalam gestur tubuhnya yang bahkan menginginkan sesuatu dari Agni. Terciptalah konflik luar biasa malas, sarat unsur sinetron-ish lengkap dengan rangkaian dialog yang ingn terkesan puitis malah berujung minimalis.
Trik horornya memang murahan dan bahkan banyak berpotensi mengundang tawa tatkala kehadiran Leak yang kentara jelas terlihat amatir hingga sosok makhluk bernama Rangda yang berpotensi tampil segar kalau bukan kemalasan sang sutradara, Bambang Drias (The Promise, Erau Kota Raja) dalam mengeksekusi hal tersebut, tentu ini juga tak lekang dari naskah yang tampil kopong.
Amanda Manopo bukanlah seorang scream queen yang baik. Ketimbang takut, ekspresi terlihat jelas dibuat-buat. Tunggu hingga momen mendekati konklusi yang mengharuskannya lagi dan lagi bermakna bodoh, sebodoh bagaimana ia memegang stetoskop atau profesinya yang seorang dokter takut ketika menginjakkan kaki di kamar mayat.
Ketidakpastian romansa yang menjadi dominasi film ini sejatinya patut diselidiki keberadaannya, yang bukannya menambah warna malah merusak seluruh penceritaan dan sepenuhnya mengandalkan cinta. Cinta memang indah, namun belakangan semakin terbuka tabir sesungguhnya dan ingin saya mengatakan bahwa "dek ..... cinta tak seindah yang kau kira"
0 komentar:
Posting Komentar