Agustus 26, 2025
THE MIDNIGHT MAN (2018)
Entah itu sekedar kurang kerjaan atau sebuah keberanian kala sekelompok orang dalam sebuah film horor mencoba memanggil makhluk halus baik itu berupa iblis maupun roh jahat untuk bergabung bersama mereka. Jelas sebuah risiko berada di depan mata meski hal itu sering terjadi dan bahkan acap kali di hiraukan. Midnight Game sama halnya dengan Ouija Board, sebuah bentuk permainan memanggil arwah serta roh dalam permainan yang seperti kita tahu akan diikuti dengan ketakutan dan bahkan memakan nyawa sekalipun. Bayangkan permainan (sok) berani yang di awal dengan sebuah rasa keingintahuan ini kembali memakan korban dan tentunya kutukan.
Itulah yang dimainkan oleh Anna (Lin Shaye) sewaktu kecil yang kini kerap menghantuinya dalam keadaan sekarang kala ia lebih menghabiskan waktu di tempat tidur, di rawat oleh sang cucu Alex (Gabrielle Haugh). Seperti yang kita duga, permainan tersebut kembali dimainkan oleh Alex bersama sang kekasih, Miles (Grayson Gabriel). Awalnya mereka mengira bahwa memanggil Midnight Man masuk ke rumah hanyalah lelucon belaka, namun kini pikiran tersebut harus terbayar saat sosok Midnight Man berada di depan mata.
The Midnight Man mengikuti pakem film horor bertema pemanggilan sebuah arwah ke dalam permainan. Layaknya Ouija, Midnight Game pun memiliki aturan mainnya sendiri. Jika semua peraturan telah di lakukan dan Midnight Game sudah berada di rumah jelas bahaya otomatis menyeruak masuk mengincar nyawa sang panggilan melalui ketakutan terbesar sang panggilan. Tentu ada harapan film ini mengambil langkah psikologis terhadap karakternya, meski sangat di sayangkan sutradara Travis Zariwny yang kemudian merangkap sebagai penulis naskah bersama Rob Kennedy menampilkannya sebatas saja, tanpa ada sebuah eksplorasi yang lebih dalam terhadap karakterisasi karakternya yang setipis kertas.
Benar sekali, pengulangan terhadap fimnya sering terjadi. Kala Midnight Man di panggilan otomatis ia datang menghantui sang pemanggil, lilin mati sang memanggil menghidupkan kembali guna menghindari Midnight Man. Jelas ini adalah sebuah gambaran terkait logika yang bermuara dari tindakan (sok) berani yang mana tindakan tersebut yang sangat saya benci dalam film horor. Buat apa tampil sok berani berani mengambil risiko? Sebuah kebodohan yang bodohnya sering saya tanyakan.
Sedari pembukaan bergulir, Zariwny memang piawai membungkus sebuah horor berdarah menjijikkan, entah itu lewat banjiran darah maupun muncratan tubuh kala sang pemain melanggar aturan. Narasi lebih terasa formulaic jika tak ingin di bilang malas untuk bereksplorasi. Kehadiran Lin Shaye sang cenayang dari Insidious series jelas menjadi magnet utama, meski penokohannya sendiri sebagai kunci utama film ini terlampau biasa terlebih ia memegang twist akhir film ini yang cukup memberikan sebuah daya kejut meski sekali lagi twist tersebut terlampau sering dipakai.
Meski begitu, ketegangan yang ditebar oleh Zariwny sangatlah terjaga serta dilengkapi jump scar yang tak serampang asal masuk, menciptakan sebuah kengerian meski tak berada pada level yang tinggi sekalipun. Sudut kamera bergerak perlahan namun pasti, menutupi tipisnya naskah yang acap kali terjangkit sebuah repetisi di tengah para pemain yang urung memberikan nyawa, kecuali Lin Shaye yang dalam peran minimnya mampu menghidupkan karakternya begitu menakutkan, meski filmnya sendiri sangat jauh dari rasa takut.
0 komentar:
Posting Komentar