Agustus 20, 2025
FOOTFAIRY (2020)
Dalam sebuah adegan, kita melihat sang protagonis yang merupakan asosiasi direktur CBI, Vivan Deshmukh (Gulshan Devaiah) tengah menerima telepon sambil bersantai di sofa, kamera menyorot apa yang tengah dilakukannya adalah menonton Memories of Murder-nya Bong Joon-ho. Secara terang-terangan Footfairy yang merupakan karya perdana Kanshik Varma menyatakan bahwa filmnya sangat terinspirasi oleh sang maestro, hingga terkadang lupa bahwa kecintaannya terhadap karya tersebut membuat karyanya goyah, lupa menjadi versi dirinya sendiri.
Pembukanya langsung tancap gas, kita diajak mengikuti seorang wanita yang tengah berjalan setelah turun dari kereta, melewati pinggiran rel hanya untuk melihatnya disiksa secara brutal oleh sang pembunuh yang membungkus kepalanya dengan plastik hingga membunuh hanya untuk mengambil kedua kakinya dan membungkusnya ke dalam koper secara sengaja. Dari sini kita tahu bahwa sang pembunuh, selain mengidar foot fetish adalah seorang psikopat kelas kakap, dan tugas Vivan adalah meringkus dan mencari keberadaannya.
Berjalan seperti kebanyakan film prosedur polisi, Footfairy membawa penonton untuk tak hanya sekedar melihat kebengisan hasil sisi gelap manusia-melainkan juga andil dalam analisis kasus serta modus operandi yang dilakukan. Menarik memang, karena ini pun sama besarnya tatkala melihat rentetan korban berjatuhan-yang sayangnya terlampau jinak untuk ukuran film thriller, di mana segala macam pernikahan dilakukan secara off-screen.
Keputusan Varma mungkin dapat diingat mengingat ia ingin filmnya dapat dinikmati banyak kalangan, sebaliknya dampak psikologis pun ditampilkan lewat gambaran keadaan keluarga yang ditinggalkan tatkala mereka melepas anggota keluarganya dalam sebuah perayaan pelepasan-yang semakin mengganggu kala si pelaku juga ikut hadir sekaligus menaikan ketegangan yang dibangun secara perlahan.
Ada satu tersangka yang konon merupakan dalang utama, yaitu Joshua Matthews (Kunal Roy Kapur) pria pemilik restoran yang sebelum kematian korban sempat dikunjungi. Bahkan bukti seorang pekerja salon serta sang kekasih menguatkan bahwa Joshua adalah sang dalang utama. Semakin memuncak tatkala tetangga Vivan yang masih dibawah umur pula ikut menjadi korban.
Momen tersebut tampil sarat ketegangan tatkala Vivan mulai "memancing" Joshua yang mana berakhir terlalu dini kala kecurigannya perlahan mulai memudar beriringan atas bukti yang datangan. Dari sini, Footfairy yang naskahnya ditulis oleh sang sutradara bersama Ashish P. Verma mulai sedikit tersendat kala lajurnya tak kebijaksanaan sang inspirasinya. Tidak ada romansa pun yang diterapkan tatkala Vivan mulai menjalin hubungan dengan dokter anak bernama Devika (Sagarika Ghatge) yang beberapa dialognya patut diselidiki tatkala Devika acapkali menyulut sebuah ketegangan dan lagi-lagi berakhir sebatas gertakan.
Memasuki konklusi, Footfairy mungkin tak semulus pembukanya perihal menampilkan sebuah puncak yang nyata yang sedikit melemahkan begitu saja kala kebingungan duo Verma dalam mengadaptasi inspirasinya (turut menambahkan David Fincher dalam sebuah homage tontonan Mindhunter). Konklusinya yang benar menyiratkan hal yang serupa sekaligus membuka peluang diskusi pasca menontonnya, namun jembatan menuju hal tersebut terasa kurang kokoh. Footfairy layaknya dongeng "tooth fairy" yang dipelesetkan sekaligus memberikan pembenaran bahwa kejadian yang sesungguhnya bisa saja merupakan sebuah bualan? Ataukah benar sebuah kejadian yang masih berkelanjutan?. Sungguh, sebuah pertanyaan samar-samar yang sejatinya sulit untuk diperbaiki.
0 komentar:
Posting Komentar