Minggu, 17 Agustus 2025

SRI ASIH (2022)

SRI ASIH (2022)

Penundaan jadwal perilisan ulang (semula yang diumumkan rilis pada 6 Oktober) memang memicu sebuah keraguan. Saya masih ingat jelas waktu itu ketika acara Meet and Greet filmnya sudah mulai dilaksanaan, pengumuman pembatalan rilis yang tak selang waktu lama dilakukan. Namun, setelah menyaksikannya secara keseluruhan, semua skeptisme itu seketika luntur, hanya ujaran “Inilah sajian Superhero yang kita butuhkan” yang mampu menjawabnya. 

Diangkat dari komik buatan R.A. Kosasih, Sri Asih mengetengahkan kisah mengenai Alana (Pevita Pearce) yang lahir dalam usia kandungan 5 bulan ditengah peristiwa meletusnya gunung Merapi. Selang beberapa tahun, Alana kecil yang tinggal di panti asuhan, kemudian diadopsi oleh Sarita (Jenny Zhang) yang kemudian membesarkannya menjadi seorang pejuang, terutama dalam menjaga kestabilan dan kontrol akan kemarahan Alana.

Sedari awal durasi, naskah yang ditulis oleh Joko Anwar bersama Upi (turut merangkap sebagai sutradara) turut melontarkan kritikan akan dominasi keberadaan pria (alpha male), budaya patriarki, toxic masculinity, para penjahat berdasi, pemangku keamanan yang menyimpan pemasukan dibandingkan keadailan hingga para pengusaha korup yang terang-terangan berbicara alergi dengan rakyat jelata. Masyarkat komunal kian terpinggirkan. Disitulah kebutuhan akan sosok pahlawan yang dibutuhkan.

Kemashyuran Alana sebagai petarung yang sukar dikalahkan kemudian menarik perhatian Mateo (Randy Pangalila), putera tunggal Prayogo Adinegara (Surya Saputra), pengusaha korup yang selalu menghalalkan segala cara demi mendapatkan keinginannya. Pun, kebiasaan tersebut juga mengalir kepada Mateo, yang sempat diberitakan-dibebaskan pasca diduga melakukan tindak kekerasan terhadap perempuan.

Dari sini titik balik itu kemudian menemukan gambaran setelah Alana kemudian berkenalan dengan Kala (Dimas Anggara), cucu dari Eyang Mariani (Christine Hakim) yang juga menjelaskan bahwa Alana adalah titisan dari Dewi Asih (diperankan oleh salah satu aktris kenamaan negeri ini) yang harus melindungi dunia dari ancaman Dewi Api (Dian Sastrowardoyo).

Melalui penjelasan Eyang Mariani, kita mengetahui masa depan Bumilangit yang patut untuk dinantikan, terlebih menggulirkan karakternya yang begitu menarik untuk disimak. Saya takkan membahasnya secara lebih mendalam, atau review ini akan menjadi sebuah esai dan berpotensi membuka sebuah spoiler. Jawabannya cukup disaksikan di layar lebar selagi itu masih bisa dijangkau.

Tak cukup sampai di situ, cerita semakin meluas saat kita dimulai pula dengan Jatmiko (Reza Rahadian), polisi yang sering jadi kacung untuk Prayogo, sementara lingkungan sekitar juga membencinya. Ada pula subplot mengenai Tangguh (Jefri Nichol), si wartawan sekaligus teman masa kecil Alana. Setelah gemar memainkan karakter remaja bad boy, kini Jefri kembali menunjukkan gigi dengan memainkan karakter pria penuh kecanggungan, yang dalam beberapa kesempatan kerap dijadikan bahan komedik filmnya.

Harus diakui, Sri Asih memang lebih unggul dari Gundala (2019) baik itu dari segi kualitas maupun kuantitas. Namun, itu tidak berarti menjadikan filmnya sempurna, terdapat kelemahan dari narasi yang amat kentara terasa kekurangannya. Salah satunya adalah karakterisasi untuk karakter Sri Asih yang dieksplorasi secara lebih selain sebatas sosok terpilih. Begitu pula dengan sang penjahat utama, yang keberadaannya sengaja disembunyikan untuk melancarkan sebuah twist, sementara jalan yang ditempuh sebelumnya akan dilakukan eksplorasi.

Twist-nya mungkin akan mudah diprediksi, meski jalan untuk menuju kesana sedikit mencurangi. Untungnya, Sri Asih memiliki sekuen aksi mumpuni meski jauh dari kata variatif. Terlebih lagi, kerapian pengambilan gambarnya terasa stagnan, meski beberapa di antaranya tampil cekatan. Hal yang paling cukup mengganggu adalah transisi pengadeganan yang sering tampil jumpy, pun ketika ketiadaan film Sri Asih seolah kehilangan daya.

Memerankan karakter Sri Asih adalah takdir bagi Pevita Pearce, pun Pevita nsendiri adalah nyawa bagi Sri Asih. Sulit membayangkan kalau Sri Asih dimainkan bukan oleh Pevita, yang berkat kerja keras dan kemampuannya melakoni beragam aksi (90% adegan aksi ia lakukan sendiri) menjadikan karakternya sebagai salah satu sosok superhero wanita badass. Kecantikan dan kekuatan paripurna yang dimilikinya adalah anugerah bagi siapa saja yang melihatnya.
Meskipun jauh dari kata sempurna, Sri Asih adalah pencapaian tertinggi film Superhero lokal sejauh ini. Final battle-nya sendiri adalah harga yang pantas untuk mendapatkan tiket yang telah Anda keluarkan. Setidaknya, apa yang disampaikan filmnya mampu memberikan sebuah pengalaman yang cukup memuaskan. Mari kita nantikan jagat sinema Bumilangit yang sebelum filmnya di mulai sudah menampilkan sebuah proyek selanjutnya, demikian pula dengan apa yang ditampilkan setelah filmnya usai.



0 komentar:

Posting Komentar