Agustus 18, 2025
CAPTAIN (2022)
Sutradara sekaligus penulis Shakti Soundar Rajan dikenal sebagai salah satu film asal Tamil yang selalu membawakan genre baru khas hollywood untuk kollywood. Miruthan (2016) adalah film Tamil dengan genre invasi zombie pertama, Tik Tik Tik (2018) adalah sains-fiksi ilmiah pertama hingga Teddy (2021) yang sarat inspirasi akan Ted (2012). Captain adalah film Tamil dengan genre alien-invasion yang sarat akan inspirasi akan Predator (1987). Bahkan tak cukup sampai di sini, proyek Rajan selanjutnya yang berjudul Naaigal Jaakirathai disebut sebagai film Tamil pertama yang menampilkan anjing sebagai pemeran utama.
Saya selalu menyukai bagaimana sinema Hindi gemar mengeksplorasi hal-hal baru yang tak segan untuk tak menahan sesuatu. Kapten memang mempunyai semangat itu, meski sebuah lubang menganga terkait narasi yang murni sebagai tontonan dengan terdapat pesan terkait lingkungan yang terasa dipaksakan. Itulah mengapa pertunangan perdana menjanjikan hal serupa, meski setelahnya diisi oleh sebuah pengadeganan yang terlampau panjang untuk sekadar menceritakan karakterisai tokohnya.
Protagonis utama kita bernama Vetriselvan (Arya), seorang kapten yang ditugasi untuk menangani kasus teroris. Sebuah kejadian yang menimpa beberapa tentara tatkala mereka mulai memsuki hutan di sekitar sektor 42. Kejadian yang sulit dijelaskan nalar dan diterima para anggota sekaligus kapten di dalamnya.
Keerthi (Simran) yang ingin melakukan penelitian sekaligus mencari jawaban meminta bantuan Vetriselvan, yang meski telah dicap sebagai pembelot atas pembelaan yang ia lakukan terhadap Karthi (Harish Uthaman), kapten sekaligus sahabatnya yang menjadi penjahat pasca melakukan kunjungan ke sektor 42. Kini, giliran Vertriselvan dan para anggotanya untuk mencari kebenaran atas apa yang terjadi sekaligus membersihkan nama sang sahabat.
Membutuhkan waktu sekitar 50 menit guna penonton diajak masuk ke sebuah hutan bersama Vetriselvan, yang mana pada kunjungan pertamanya pun merasakan kegelisahan akibat keputusan yang berakhir pada sebuah kegagalan. Perkenalan yang seharusnya bisa memberikan pengalaman yang mengesankan justru berakhir pada sebuah kekecewaan, sementara kita malah dijejalkan oleh beragam bahasa sains guna memahami sang monster.
Minotaur. Nama monster tersebut disebut, yang menurut Dr. Keerthi mirip dengan makhluk mitologi dari Yunani, tidak memiliki suhu dan dapat mengirimkan sinyal kepada kawanannya. Tentu saja, sebuah sasaran empuk yang haram hukumnya kalua tak dieksplorasi secara lebih, dan Kapten setidaknya memberikan sebuah eksplorasi cukup meski tak sampai tampil dalam taraf yang benar-benar mumpuni.
Kesalahan Captain adalah perihal narasi yang terlampau berbelit-belit, yang akan lebih efektif jika dipangkas dan fokus akan tujuan utamanya yaitu memberikan sebuah hiburan sekelompok manusia yang melawan monster. Itu saja cukup. Ambisi lebih dihadirkan oleh Rajan tatkala filmnya terlampau memaksakan untuk menyampaikan sebuah pesan lingkungan, yang sekali lagi terasa dipaksakan. Terlebih lagi, kala Captain memberikan sebuah twist, yang sedari awal terlalu formulaik dan mudah ditebak pelakunya.
Arya memang tampil tak mengecewakan, meski kali ini karakternya tampil terlalu satu dimensi. Demikian pula dengan Simran, yang memainkan karakter abu-abu namun gagal untuk tampil mengesankan, sementara Aishwarya Lekshmi harus kena batunya, kala karakternya hanya sebatas cameo tanpa diberikan porsi yang benar-benar signifikan.
Keluhan lain ialah berupa penggunaaan efek spesial CGI yang ketara artifisial. Saya takkan membandingkan atau menyalahkan budget yang ditekan, meski cukup mempermalukan tatkala para penonton sudah terbiasa menyaksikan sebuah tampilan efek yang menjanjikan hasil yang kurang memuaskan, terutama saat menampilkan sang monster utama dengan pengambilan gambar di bawah air.
0 komentar:
Posting Komentar