Jumat, 22 Agustus 2025

MUSIC (2021)

 MUSIC (2021)

Merupakan sutradara debut dari seorang penyanyi pop kenamaan Sia (turut menulis naskahnya bersama Dallas Clayton), Music tak ubahnya sebuah proses aji mumpung guna mempromosikan lagu-lagu dari album Sia (seluruhnya berjumlah 10 lagu) yang sedari awal opening sudah ditampilkan sebelum penonton tahu atau berkenalan dengan karakternya. Memang bukan sebuah hal yang hukumnya haram selama proses bercerita pula elemen didalamnya menyatu pada sebagai sebuah kesatuan film yang utuh-yang sayangnya gagal ditampilkan oleh Sia kala film bak terasa versi extended movie clip dari albumnya, juga diperparah oleh transisi yang kasar dan ya, klise.

Karakter utamnya bernama Music (Maddie Ziegler, dalam debut dan merupakan seorang neurotopikal) seorang gadis autis yang baru saja ditinggalkan oleh neneknya yang selama ini mengurusnya, Millie (Mary Kay Place). Adalah Kazu (Kate Hudson) seorang pengedar narkoba yang merupakan satu-satunya wali dari Music. Mengingat Kazu adalah saudara tiri dari Musik, tentu hubungan keduanya tak begitu dekat-bahkan Zu (sapaan akrabnya) sempat emosi pula dibuat kacau saat Musik meminta untuk membuatkan telur dadar atau semisal membuat kepang dirambutnya.

Beruntung, dalam kesulitannya menghadapi Musik, seorang pria yang merupakan tetangganya, Edo (Leslie Odom Jr.) yang sering membantu bahkan memahami dan bisa menenangkan Musik. Dari kisah kisah karakternya dimulai, kisah yang mengetengahkan tentang menyambung hidup, berdamai dengan diri sendiri juga menerima keadaan yang setiap karakternya pikirkan akan menghantarkan pada sebuah nomor musikal dengan lagu-lagu Sia lengkap dengan koreografi pula nuansa cherfull.

Saya paham betul dengan nomor musikal yang merupakan wujud representasi karakternya yang sulit diungkapkan atau dilakukan atau semata-mata hanya memperkenalkankan lagu Sia yang beberapa di antaranya cukup easy listening, paling berkesan di benak saya adalah 1+1 yang meski tak keseluruhan koreografinya tampil baik (cenderung surealis dan sulit dimengerti, berneda dengan video klip Chandelier atau nomor musikal Sia yang dirilis secara universal).

Menganggap Musik sebagai satu kesatuan utuh atau sajian yang saling menopang satu sama lain memang belum terpenuhi, pasalnya, kehadiran Musik sebatas menghantarkan nomor musikal tanpa dibarengi dengan sentuhan yang khas, pun deretan dialog diantaranya terdengar cheesy (momen percakapan singkat pertama antara Zu dan Ebo misalnya) yang bahkan terasa seperti berdiri sendiri.

Pun, yang paling menjengkelkan adalah keputusan untuk memandang persoalan-persoalan sepele karakternya yang terpakasa diselesaikan ketika kuota berdurasi 107 menit terlampau padat. Hasilnya, konklusi prediktabel pun dilakukan, serta yang paling terbuang sia-sia adalah karakter Music itu sendiri yang dimainakan secara over-the-top oleh Ziegler, mengamini protes para demonstran terkait penggambaran pula pengekangan penderita autis yang salah kaprah.

Itu bukan kesalahan para pemain, melainkan murni kesalahan sutradara yang kurang memberikan pemahaman memadai atau melakukan penekanan pada aktornya, terutama bagi Sia yang sering menutupi wajahnya dengan wig berwarna dua, Musik seolah-olah dikerjakan dengan mata tertutup alih-alih tampil membawa keistimewaaan maupun perlawanan bagi mereka yang selalu dan masih dianggap sebelah mata. Sebuah representasi yang salah arti.

0 komentar:

Posting Komentar