Agustus 17, 2025
DON'T WORRY DARLING (2022)
Diluar segala kegaduhan dan kontroversi di balik layarnya, Don't Worry Darling yang menadai karya kedua aktris sekaligus sutradara Olivia Wilde pasca Booksmart (2019), drama coming-of-age yang semenyenangkan itu, ia kembali menggandeng sang penulis langganan di film sebelumnya, Katie Silberman (berdasarkan cerita dari Carey Van Dyke dan Shane Van Dyke) dalam meramu sebuah sajian thriller dengan bumbu science-fiction hingga action. Sempat ia akui bahwa Don't Worry Darling banyak terinspirasi dari The Stepford Wives (1972), The Truman Show (1998), Inception (2010) hingga The Matrix (1999). Hasilnya? Tak seburuk yang dikatakan kebanyakan orang.
Bernuansa retro (latar tahun filmnya tak dibuat ambigu, meski jika menilik tata kostum hingga arsitektur rumahnya berlatar tahun 1950-an), Alice (Florence Pugh) dan Jack (Harry Styles) adalah sepasang suami-istri yang tinggal di sebuah kota perusahaan yang damai. Kota tersebut bernama Victory, sebuah hunian yang didesain dan diciptakan sekaligus dimiliki oleh Frank (Chris Pine). Dari perusahaan Frank pula, Jack beserta para suami lainnya juga ikut bekerja.
Pemandangan sempurna yang diharapkan oleh para mereka yang sudah atau tengah berumah tangga terjadi setiap pagi, di mana sang istri akan terjadi tangan kepada sang suami dan setelah itu ia melakukan tugas rumah semisal menyapu dan menyuci kamar mandi. Sesekali mereka pergi untuk latihan balet yang dipimpin oleh Shelley (Gemma Chan), istri Frank. Pun, kala sang suami pulang mereka menyambutnya dengan menyiapkan makanan hingga sentuhan keintiman.
Di permukaan terlihat sempurna bukan? Namun, sebagaimana keempurnaan yang masih memiliki cela, terdapat sebuah rahasia kelam di dalamnya. Don't Worry Darling menggiring penonton pada kondisi di mana utopia nyatanya tak selaras dengan realita. Terlebih lagi saat tetangga Alice, Margaret (KiKi Layne) melakukan aksi bunuh diri pasca sebelumnya menyambangi markas perusahaan para suami yang bertempat di gurun pasir, satu-satunya larangan para warga Victory.
Paruh awal Don't Worry Darling efektif dalam menjalankannya selain sebagai proses introduksi, ada secercah misteri yang coba digiring oleh Wilde lewat keanehan yang dialami oleh Alice atau ketersediaannya akan sebuah rahasia besar, semisal ketidaktahuan istri akan pekerjaan sang suami dan keengganan suami untuk memberitahukan apa yang ia kerjakan. Karena yang terpenting, menurut para penganut tatapan laki-laki, istri menjalankannya sebagai pengurus rumah tangga. Itu saja.
Memasuki babak kedua, memulai naskah Silberman kebingungan dalam mengisi proses menuju konklusi yang harus diakui tersaji melelahkan. Sebatas diisi oleh rentetan repetisi dialog dan sekuen yang menghantui mimpi Alice. Beruntung, jajaran pemainnya tampil solid, yang setidaknya membuat penonton beta untuk mengikuti misterinya hingga akhir. Pinus sempurna sebagai antagonis lewat matanya saja, Chan dalam diamnya tampil intimidatif, Gaya yang meski semula dikeluhkan, tak seburuk bagaimana anggapan masifnya. Wilde yang turut memerankan Bunny, tampil sebagai sidekick penuh rahasia.
Namun, kekuatan terbesar Don't Worry Darling adalah bahwa ia memiliki Florence Pugh, aktris muda dengan beragam talenta. Pugh adalah kekuatan utama filmnya kala narasinya mulai mengalami penurunan, tidak dengan performanya yang selalu gemilang, dan bahkan tak menutup kemungkinan, ia adalah salah satu alasan mengapa Don't Worry Darling masih betah untuk disaksikan.
Beruntung, memasuki babak ketiga, Wilde seolah memberikan penebusan bagi filmnya di mana sekuen kebut-kebutan di padang pasair sempurna memberikan sebuah spektakel penuh gaya melalui tangkapan kamera langganan Darren Aronofsky, Matthew Libatique. Demikian pula dengan scoring gubahan John Powell yang perlahan mencekam, meski sesekali memberikan nuansa feminis.
Bersamaan dengan hal itu, Don't Worry Darling pun memberikan sentilan (atau bahkan menyimpulkan) kepada pria pemangku budaya patriarki dan misogini lewat perspektif tatapan perempuan yang alih-alih menyalahkan, mereka malah memberikan sebuah kebenaran. Dari sini, Don't Worry Darling kembali memberikan sebuah relevansi yang ironisnya masih sering terjadi.
0 komentar:
Posting Komentar