Rabu, 27 Agustus 2025

LOVE PER SQUARE FOOT (2018)

LOVE PER SQUARE FOOT (2018)

Love per Square Foot berbicara tentang perbedaan mendasar antara "rumah" dan "tempat tinggal" yang kerap dimaknai oleh seseorang dalam memenuhi kebutuhan papan sebagai sebuah idaman. Contohnya yang menimpa tokoh Sanjay Chaturvedi (Vicky Kaushal) yang bermimpi mempunyai rumah idaman lengkap dengan kasur besar pula televisi datar-di tengah kondisi finansial pas-pasan pula keadaan sang ayah, Bhaskar (Raghubir Yadav) yang setiap hari lagi pensiun sebagai teler kantor kereta api.

"Kandang merpati" demikian ucap Rashi (Alankrita Sahai) atasan kantor tempat Sanjay bekerja sekaligus kekasih gelap Sanjay-yang menyebut sebagai hamba (pemuas nafsu) di samping kurang waktu pula perhatian sang kekasih, Kashin (Arunoday Singh). Ketika mencari iklan di laman surat kabar, Sanjay menemukan sebuah kesempatan untuk mendapatkan rumah dengan mengambil cicilan rumah melalui metode 50-50 bagi mereka yang sudah menikah.

Di sebuah pesta pernikahan sang kerabat, Sanjay bertemu dengan Karina D'Souza (Angira Dhar) yang merupakan teman sesama tempat kerjanya. Karina mempunyai mimpi yang sama seperti Sanjay, memiliki rumah impian dengan segala penempatan perabot sesuai keinginan. Belum lagi, keadaan atap rumah yang sudah rusak sering mengganggu aktivitas, menambahkan kekasih bernama Samuel (Kunal Roy Kapoor) yang mengganggu, meminta untuk segera menikah guna tinggal dirumahnya dan mengurus sang orang tua.

Tentu, naskah garapan sang sutradara, Anand Tiwari (sebelumnya menjadi astrada untuk film The President is Coming dan Barfi!) bersama Summet Vyas akan menggiring Sanjay dan Karina untuk mengambil cicilan rumah bersama-yang kemudian membuat keduanya saling jatuh cinta. Kebersamaan yang semula hanya sebatas rumah menjadikan mereka sebagai pasangan kekasih yang sering mengalami masalah.

Terdapat dua permasalahan vital yang kelak akan menyusun sebuah konflik utama. Pertama adalah perihal hubungan Sanjay dengan Rashi, dan kedua adalah perbedaan keyakinan. Permasalahan pertama tampil lemah pula medioker, sementara permasalahan kedua melahirkan dialog bernada humor yang menggundang gelak tawa. Terlebih lagi kala perbedaan cara beribadah yang menghasilkan sebuah momen emas berupa cara memandang bersebrangan-yang memusingkan keduanya.

Sebutlah momen ketika syukuran rumah-yang membuat ibu Karina, Blossom (Ratna Pathak Shah) keberatan, sementara ibu Sanjay, Lata (Supriya Pathak) kebingungan dalam menempatkan sebuah karangan bunga yang berakhir pada aksi refleks menelan malu. Atau bila pihak keluarga berdebat perihal proses pernikahan-yang menghasilkan sebuah kalimat olok-olok yang mengasyikan di tengah situasi sarat tanda tanya antar keduanya.

Performa para pemain tampil natural, namun pujian khusus patut diberikan kepada Ratna Pathak sebagai sosok ibu eksentrik, yang kala mendengar sang puteri berpacaran dengan orang Hindu memancing impresi kaget serta jenaka, jikalau bukan karena dia, dialog "jangan khawatir, aku tidak ingin segera mati" takkan seberhasil pula semenyenangkan ini.

Kekuatan terbesar Love per Square Foot adalah premis unik miliknya yang tak hanya diberikan kosong. Ada latar belakang terkait kekukuhan Sanjay yang dapat dipahami, meskipun perbuatannya sering kali tidak boleh dibenarkan. Begitu pula dengan Karina yang ingin hidup mandiri pula bebas dari kekangan. Ini yang membuat penonton peduli akan keinginan keduanya.

Meski mempunyai motivasi, ini tak menjadikan Love per Square Foot menghasilkan sebuah penyelesaian yang setara. Perubahan sikap Sanjay terhadap Karina di momen menjelang konklusi terlampau disepelekan dengan kepurusan Anand Tiwari yang memilih jalur simplifikasi guna mengakhiri penceritaan. Hasilnya adalah sebuah kejomplangan-yang mengganggu unsur penceritaan.
Untungnya, hal tersebut tak lantas melucuti intensitas (meski jelas mengurangi) utamanya-yang memberikan perspektif terkait rumah dan hubungan. Anand di film panjang pertamanya jelas mempunyai potensi-yang akan tampil memikat jika kerap belajar dan berlatih di karya selanjutnya. Lagi pula ini tentang sebuah pengalaman, wajar saja jika terjadi kesalahan-yang saya harapkan nantinya ia jadikan sebuah pembelajaran.



0 komentar:

Posting Komentar