Rabu, 27 Agustus 2025

BURNING (2018)

BURNING (2018)

Membakar sebagai karya yang menandai kembalinya Lee Chang-dong (Oasis, Secret Sunshine, Poetry) pasca delapan tahun vakum, Chang-dong melahirkan sebuah karya yang mencengkram pikiran berkat ambiguitas miliknya. Memang, di permukaan Burning baik sebuah film thriller lugas berbekal sinkronisasi yang mendorong manusia melakukan suatu tindakan. Namun, Chang-dong tak lantas membuatnya ringan, terdapat sebuah pesan kuat dalam balutan metafora yang menggambarkan siklus kehidupan.

Adaptasi cerpen sepuluh halaman karya Haruki Murakami bertajuk Barn Burning-yang merupakan buah karya hasil inspirasi tulisan William Faulkner berjudul sama ini mengisahkan tentang seorang pegawai lepas Lee Jong-su (Yoo Ah-in) dan tengah menggarap sebuah novel yang belum ia tuliskan. Suatu hari di dalamnya, ia bertemu dengan seorang wanita bernama Shin Hae-mi (Jeon Jong-so) yang merupakan tetangga masa kecilnya. Hae-mi yang sudah melakukan operasi plastik kini tampak cantik. Berdasar hal ini, Jong-su pun jatuh cinta kepada Hae-mi.

Hae-mi yang memberikan tubuhnya kepada Jong-su (baca: seks) meminta Jong-su untuk menjaga tempat tinggal pula memberi makan kucingnya-yang tak pernah Jong-su lihat. Hae-mi yang pergi ke Afrika hanya untuk menikmati matahari terbit di sana pergi selama beberapa hari. Kepulangan Hae-mi menyulut api cemburu Jong-su, pasalnya, Hae-mi membawa seorang pria bernama Ben (Steven Yeun) yang ia temukan di bandara Kenya. Ben adalah pria kaya yang tinggal di Gangnam, berbanding terbalik dengan Jong-su.  

Dari sini, naskah garapan Lee Chang-dong bersama Oh Jung-mi membawa elemen cinta segitiga yang kemudian menguak latar belakang ketiga tokohnya. Saya mungkin tak akan membahasnya secara eksplisit karena akan mengurangi kenikmatan menontonnya. Satu hal yang pasti bahwa Burning kemudian bergerak ke ranah misteri-thriller di mana hilangnya Hae-mi menjadi sebuah pertanyaan besar bagi Jong-su. Motifnya sendiri buram, nihil sebuah petunjuk jelas selain kenyataan bahwa Jong-su menduga Ben adalah dalang di balik hilangnya Hae-mi.

Setidaknya itu beralasan, karena Ben pernah mengatakan kepada Jong-su bahwa ia mempunyai hobi yang cukup aneh, yaitu membakar sebuah rumah kaca yang sering ia lakukan dua bulan sekali. Dari sini, Chang-dong bermain dengan jawaban pasti, mengajak penonton untuk berkonsentrasi terhadap setiap detail pula metafora yang ia terapkan. Semuanya tersusun begitu rapi, kaya makna jika Anda rela menghabiskan waktu sejam setengah filmnya yang merupakan fondasi atas pengenalan karakternya. Konflik utamanya baru bermula setelah itu.

Namun bukan berarti sebuah kekosongan, Burning adalah film thriller slow-burn yang kehadirannya memberikan sebuah alasan pula penjelasan yang sangat relevan dengan kehidupan. Yang paling penting adalah penggunaan pesan terkait suatu tindakan yang diasumsikan tanpa bukti-yang kerap terjadi bahkan hingga dewasa ini. Di tengah situasi yang penuh amarah pula masa lalu kelam karkternya, semuanya memberikan sebuah pemahaman yang dapat dipahami meski sukar dapat dimengerti.

Burning juga menyentuh ranah sebuah kepercayaan yang berbeda, dalam sebuah batas antara ada dan tiada yang diyakini pemiliknya. Itu kentara dalam menjawab pertanyaan teka-teki keberadaan kucing Hae-mi yang sering mengganggu pikiran, sementara Chang-dong sendiri telah memberikan sebuah petunjuk pasti melalui sebuah adegan pantomim mengupas jeruk. Burning adalah sajian rapi jika penontonnya dapat menggali dan memperhatikan detail alegori Chang-dong yang memberikan kenikmatan atas pesan tersirat.

Selaras dengan hal itu, departemen artistik memberikan sebuah keindahan sinematik, sebutlah adegan ketika para karakternya tengah menghisap ganja, diiringi musik bernuansa jazz berkat penampilan Mowg alias Lee Sung-hyun (I Saw the Devil, Masquerade, Dongju: The Portrait of a Poet) dalam memberikan sentuhan surealis lengkap dengan sebuah kebebasan pesan atas kekangan dalam menghiasi kehidupan.

Tentu, semua tak lepas dari performa jajaran pemainnya yang tampil menjanjikan. Yoo Ah-in mulus kala melakoni degradasi emosinya, Jeong Jon-seo memiliki nyawa atas sebuah alasan mengapa Hae-mi patut dipertahankan, sementara Steven Yeun berbekal sebuah kemisteriusan yang bisa saja menggiring pada sebuah benteng. Rupanya, kehadiran mereka tampak biasa namun memiliki segudang rahasia pula letupan emosi di dalamnya.

Konklusinya memberikan sebuah pencerahan pula jalan keluar atas segala permasalahan. Terlebih lagi kala Burning berhasil memberikan sebuah penyelesaian lewat sebuah katarsis yang patut dirayakan. Ketika semuanya telah terselesaikan, keseimbangan atas kehidupan tercipta. Proses kelahiran kembali siap untuk dijalani.

0 komentar:

Posting Komentar