Minggu, 10 Agustus 2025

AKU TAHU KAPAN KAMU MATI: DESA BUNUH DIRI (2023)

 AKU TAHU KAPAN KAMU MATI: DESA BUNUH DIRI (2023)

Tiga tahun lalu, Aku Tahu Kapan Kamu Mati (2020) memberikan sedikit kesegaran dalam menampilkan horor remaja dengan unsur komedi yang disokong oleh Ria Ricis. Kualitasnya mungkin tidak seberapa baik, namun yang terpenting, unsur persahabatan di dalamnya mampu terjalin rapi dan mengundang simpati yang secercah. Aku Tahu Kapan Kamu Mati: Desa Bunuh Diri mengambil pola yang berbeda, sebuah evolusi tinggi dibandingkan pencapaian film sebelumnya. Pun kegamangan seorang remaja digantikan dengan orang dewasa fase awal yang dibantu dibantu nama-nama senior yang ikut mengambil peran.

Mengambil latar lima tahun pasca film sebelumnya, Siena (Natasha Wilona) kini tengah duduk di bangku kuliah. Jika sebelumnya ia terganggu dengan penglihatannya yang dapat mendeteksi kapan kematian seseorang akan terjadi, kini justru sebaliknya. Kegamangan di dapat tatkala ia sudah tak bisa lagi melihat tanda-tanda kematian seseorang, terutama kala seorang pria melakukan aksi bunuh diri dengan melompat di gedung kampusnya.

Merasa butuh uluran tangan, Siena pun kerap melakukan konseling dengan Naya (Acha Septriasa), dosen sekaligus psikologi kampusnya. Di hari berikutnya Naya tiba-tiba melakukan cuti demi mengantar jasad pria yang melakukan bunuh diri, Siena dihantui mimpi buruk akan menyelamatkan Naya yang terancam di Desa Remetuk, kampung halaman Naya yang memaksa Siena bersama dua sahabatnya, Windy (Marsha Aruan) dan Rio (Giulio Parengkuan) melakukan perjalanan penuh bahaya akan misteri desa tersebut.

Jika menilik pada akhir film pertamanya yang menunjukkan Siena sudah berdamai dengan kemampuan yang dimilikinya, Aku Tahu Kapan Kamu Mati: Desa Bunuh Diri seolah sedang terjadi konklusi. Dari sini, tujuan mengeruk pundi finansial dilakukan semata-mata hanya untuk menawarkan sebuah cerita yang kurang maksimal. Terlebih lagi soal aturan utama dari kutukan desa yang sebatas pernak-pernik sambil lalu semata.

Memasuki Desa Remetuk, yang jelas ancaman dan bahaya akan mengancam para karakternya. Dari sini naskah buatan Lele Laila (KKN di Desa Penari, trilogi Danur, Ivanna) bersama sang sutradara Anggy Umbara (Khanzab, Satu Suro, Jin & Jun) bermodalkan pelemparan jumpscare dengan scoring seberisik mungkin (termasuk dalam false alarm tertentu) lengkap dengan tambahan hantu berbentuk orang-orang sawah yang harus diakui memberikan perbedaan dalam transmisi yang meyakinkan.

Sungguh penyakit lama yang kemudian menjangkiti barisan karakternya, salah satunya adalah menyia-nyiakan bakat Ratu Felisha sebagai Laras, teman masa kecil Naya yang seolah dirahasiakan agar terlihat misterius, namun seiring berjalannya durasi bak sebuah gimmick semata agar filmnya akan penuh sebuah tanda tanya.

Setidaknya, di paruh awal pertama Aku Tahu Kapan Kamu Mati: Desa Bunuh Diri mampu bercerita secara runut, mengundang sebuah keingintahuan akan kutukan desa yang terlihat mematikan. Sayang, selanjutnya filmnya bak melakukan tindakan bunuh diri dalam narasi yang seolah-olah kekurangan materi. Dampak signifikannya hadir pada konklusi filmnya yang seolah bertindak semaunya, melanggar aturan utama dengan menerapkan sebuah penyederhanaan yang tak seharusnya diterapkan oleh film ini.

Paruh akhirnya terselesaikan lewat cara yang terkesan sederhana, bodoh dan kacau. Ketika sebuah film horor mengandalkan pola andalan berupa kemampuan melihat kejadian sebagai jalan penyelesaian, meninggalkan setumpuk pertanyaan menganga sambil (kembali) digambarkan nalar karakter utamanya. Seumpama bahasa psikoanalis perihal thanatos yang sebatas diartikan sebagai intuisi atau dorongan bunuh diri, Aku Tahu Kapan Kamu Mati: Desa Bunuh Diri tenggelamnya egonya yang tak terkendali dalam suguhan horor ceroboh sekaligus bodoh.

0 komentar:

Posting Komentar