Agustus 14, 2025
SHEHZADA (2023)
Terkecuali untuk Desi Boyz (2011), komedi buatan sutradara Rohit Dhawan selalu tampil campy, pun demikian dengan karya ketiganya kali ini yang merupakan adaptasi resmi dari film Telugu, Ala Vaikunthapurramuloo (2020). Kartik Aaryan menggantikan Alu Arjun sebagai sang pangeran, sementara naskahnya masih dipegang oleh sang penulis film aslinya, Trivikram Srinivas. Shehzada adalah sajian ringan yang terlampau ringan, yang tak segan mengeliminasi ragam esensi.
Akibat sebuah kesalahan, Valmiki (Paresh Rawal) menukar bayi laki-lakinya dengan sang rekan seperjuangan, Randeep (Ronit Roy) yang kini merupakan seorang menantu dari seorang miliarder bernama Aditya Jindal (Sachin Kedhekar) setelah menikah dengan sang puteri, Yashoda (Manisha Koirala). Selang 25 tahun, Bantu (Kartik Aaryan) dibesarkan oleh Valmiki dengan penuh kebencian-di samping sikap dan tutur katanya yang begitu jujur serta penuh kecerdasan, sementara Raj (Ankur Rathee) hidup dalam kemanjaan duniawi yang kerap menjadi lelaki yang kurang percaya diri.
Sampai di sini, mudah untuk menyebut Shehzada sebagai sajian film pop-corn yang tujuannya murni sebagai sebuah hiburan tanpa memerlukan logika bersamanya. Itu bukan sebuah hal yang haram hukumnya selama pembuatnya tetap konsisten dengan apa yang diceritakan-meski pada dasarnya plot yang disajikan terlampau ringan. Shehzada sebaliknya, plot yang ringan tidak pernah terasa terselesaikan karena filmnya sendiri sibuk mengatasnamakan sebuah hiburan.
Narasinya tampil meluas, ikut melibatkan Samara (Kriti Sanon), love-interest Bantu yang kemudian dijodohkan dengan Raj, hingga deretan aksi yang semuanya bermula ketika Sarang (Sunny Hinduja) menolak dan kukuh untu membeli 50% saham yang dimiliki perusahaan Jindal. Aspek tersebut sebenarnya sudah cukup untuk membuat sebuah tontonan memukau khas film pop-corn dengan penggunaan style-over-substance yang kerap dilipatgandakan ketika menampilkan adegan aksi. Hasilnya fluktuatif, beberapa terlihat pantas, namun tak sedikit pula yang terlalu memaksa.
Bukan hanya gelaran aksi dan romansa yang dikedepankan, Shehzada mempunyai tujuan lain dengan menampilkan sajian drama keluarga disfungsional di tengah higar-bingar kekayaan rumah bak sebuah istana. Pesannya memang mulia, tapi eksekusinya jauh dari mumpuni-ketika semuanya seolah dianggap sebelah mata dan menggunakan cinta dan ketulusan hati sebagai sarana instan naskahnya meringkas sebuah penyelesaian.
Konklusinya tampil lemah ketika ketiadaan sebuah penebusan menjadikan filmnya tak mempunyai pijakan dan tujuan. Pun, selain serba instan, metode yang digunakan sebagai jembatan menuju kesana teramat klise. Ketidakpastian patriarki masih saja mengakar, dan karakter wanita tidak jauh hanya sebatas eye candy atau sebagai damsel-in-distress.
Beruntung, Shehzada memiliki Kartik Aaryan dan Paresh Rawal di kubu yang bersebrangan. Aaryan memang berada di zona nyamannya, sementara Rawal sekali lagi memainkan karakter yang pantas untuk dibenci diluar sikapnya yang ingin menang sendiri (motivasi karakternya sendiri kurang akan sebuah karakterisasi). Jangan lupa barisan nomor trek musikalnya yang ikut menjadi poin positif meski dalam penempatan yang tak seharusnya, Munda Sona Hoon Main adalah favorit saya, Chedkaniyan adalah sebuah kemeriahan khas Bollywood, Mere Sawaal Ka adalah romantisasi sederhana dan Charachter Dheela 2.0 adalah diciptakan kembali yang tak kalah membumi.
0 komentar:
Posting Komentar