INSIDIOUS: THE RED DOOR (2023)

Sebagai angsuran kelima, Insidious: The Red Door mengembalikan fitrahnya untuk menyoroti keluarga Lamberts. Dari sini filmnya bergerak ke ranah keluarga disungsional dengan menambahkan kadar drama dalam penceritaan. Sebuah keputusan yang tepat, mengingat sebelumnya kita telah diajak untuk mengamati dan kini mencoba memahami apa yang sebenarnya telah terjadi rupanya masih saja menghantui.
Meskipun Josh (Patrick Wilson) dan Dalton (Ty Simpkins) telah melakukan proses hipnoterapi guna melupakan kejadian di The Further, semuanya tampak tak memberikan dampak. Josh masih memikirkan kesalahannya ditengah keadaan yang tak lagi sama. Ibunya baru saja meninggal, pun fakta bahwa ia telah bercerai dengan Renai (Rose Byrne) ditambah teknis dengan Dalton yang ingin menduduki bangku kuliah kian merenggang.
Fakta selanjutnya adalah bahwa Patrick Wilson melakoni debut sebagai sutradara dengan bantuan naskah dari Scott Teems (Halloween Kills) berdasarkan cerita dari Leigh Whannel menambahkan sebuah kesegaran bagi angsuran yang seolah melemparkannya kembali ke awal. Beberapa montase dari Insidious (2010) dan Insidious: Chapter 2 (2013) diselipkan, mengingat ceritanya sendiri memakan rentang 10 tahun setelah kejadian.
Kita tahu bahwa nantinya Dalton dan Josh akan kembali ke The Further dalam narasi yang membaginya ke dalam porsi masing-masing di tempat yang berbeda. Josh lebih mengandalkan pengobatan medis yang pada titik ini menampilkan kebolehan Patrick Wilson melemparkan sebuah jumpscare tepat sasaran yang melibatkan mesin MRI di dalamnya. Patut diapresiasi, meski setelahnya ketara bahwa Wilson belum cukup mumpuni dalam mengatrol keseluruhan cerita.
Sesekali, Wilson bermain dengan kesunyian, menebarkan sebuah ketakutan perlahan yang tampak jelas di paruh pertamanya sebelum menghadirkan durasi 30 menit sebagai ajang bercerita. Elemen dramanya memang kurang kuat dan mengikat seolah terkesan masing-masing berdiri sendiri ditengah transisi yang sengaja menghilangkan demi menghasilkan sebuah kontuniti maupun keseraman dan ketegangan (kentara ketika melemparkan jumpscare).
Ada sebuah hal yang menarik sebagai pemicu terbukanya The Further, di mana semuanya berawal dari lukisan yang digambar oleh Dalton selepas mendengar Profesor Armagan (Hiam Abbass) di kelas seninya yang mengatakan bahwa seni sejati adalah yang melanggar aturan. Dari sini kita memasuki masa terkelam sebagai ajang bagi karakternya berkonfrontasi dengan ketakutan yang terdalam.
Sayang, elemen tersebut berjalan sambil lalu ketika Wilson sibuk membuat sajian horor generik yang dalam kehadirannya sebatas hadir karena waktunya telah tiba, bermodalkan jumpscare yang sebatas setor muka. Jauh sebelumnya, James Wan menampilkan para hantunya untuk adegan agresif, Wilson menampilkan kesenangan hanya untuk menampilkan serangkaian pengalaman yang mudah dilupakan (jika tak ingin disebut penuh kekosongan).
Sebagai penutup (karena menurut info, seri selanjutnya Insidious akan fokus pada kisah prekuel) The Red Door tampil kurang memuaskan. Konklusinya tersaji lemah berkat keinginan menampilkan sebuah penyelesaian yang menampilkan sebuah episode yang seharusnya bisa tampil lebih emosional.
Sebagai angsuran kelima, Insidious: The Red Door mengembalikan fitrahnya untuk menyoroti keluarga Lamberts. Dari sini filmnya bergerak ke ranah keluarga disungsional dengan menambahkan kadar drama dalam penceritaan. Sebuah keputusan yang tepat, mengingat sebelumnya kita telah diajak untuk mengamati dan kini mencoba memahami apa yang sebenarnya telah terjadi rupanya masih saja menghantui.
Meskipun Josh (Patrick Wilson) dan Dalton (Ty Simpkins) telah melakukan proses hipnoterapi guna melupakan kejadian di The Further, semuanya tampak tak memberikan dampak. Josh masih memikirkan kesalahannya ditengah keadaan yang tak lagi sama. Ibunya baru saja meninggal, pun fakta bahwa ia telah bercerai dengan Renai (Rose Byrne) ditambah teknis dengan Dalton yang ingin menduduki bangku kuliah kian merenggang.
Fakta selanjutnya adalah bahwa Patrick Wilson melakoni debut sebagai sutradara dengan bantuan naskah dari Scott Teems (Halloween Kills) berdasarkan cerita dari Leigh Whannel menambahkan sebuah kesegaran bagi angsuran yang seolah melemparkannya kembali ke awal. Beberapa montase dari Insidious (2010) dan Insidious: Chapter 2 (2013) diselipkan, mengingat ceritanya sendiri memakan rentang 10 tahun setelah kejadian.
Kita tahu bahwa nantinya Dalton dan Josh akan kembali ke The Further dalam narasi yang membaginya ke dalam porsi masing-masing di tempat yang berbeda. Josh lebih mengandalkan pengobatan medis yang pada titik ini menampilkan kebolehan Patrick Wilson melemparkan sebuah jumpscare tepat sasaran yang melibatkan mesin MRI di dalamnya. Patut diapresiasi, meski setelahnya ketara bahwa Wilson belum cukup mumpuni dalam mengatrol keseluruhan cerita.
Sesekali, Wilson bermain dengan kesunyian, menebarkan sebuah ketakutan perlahan yang tampak jelas di paruh pertamanya sebelum menghadirkan durasi 30 menit sebagai ajang bercerita. Elemen dramanya memang kurang kuat dan mengikat seolah terkesan masing-masing berdiri sendiri ditengah transisi yang sengaja menghilangkan demi menghasilkan sebuah kontuniti maupun keseraman dan ketegangan (kentara ketika melemparkan jumpscare).
Ada sebuah hal yang menarik sebagai pemicu terbukanya The Further, di mana semuanya berawal dari lukisan yang digambar oleh Dalton selepas mendengar Profesor Armagan (Hiam Abbass) di kelas seninya yang mengatakan bahwa seni sejati adalah yang melanggar aturan. Dari sini kita memasuki masa terkelam sebagai ajang bagi karakternya berkonfrontasi dengan ketakutan yang terdalam.
Sayang, elemen tersebut berjalan sambil lalu ketika Wilson sibuk membuat sajian horor generik yang dalam kehadirannya sebatas hadir karena waktunya telah tiba, bermodalkan jumpscare yang sebatas setor muka. Jauh sebelumnya, James Wan menampilkan para hantunya untuk adegan agresif, Wilson menampilkan kesenangan hanya untuk menampilkan serangkaian pengalaman yang mudah dilupakan (jika tak ingin disebut penuh kekosongan).
Sebagai penutup (karena menurut info, seri selanjutnya Insidious akan fokus pada kisah prekuel) The Red Door tampil kurang memuaskan. Konklusinya tersaji lemah berkat keinginan menampilkan sebuah penyelesaian yang menampilkan sebuah episode yang seharusnya bisa tampil lebih emosional.
Sebagai penutup (karena menurut info, seri selanjutnya Insidious akan fokus pada kisah prekuel) The Red Door tampil kurang memuaskan. Konklusinya tersaji lemah berkat keinginan menampilkan sebuah penyelesaian yang menampilkan sebuah episode yang seharusnya bisa tampil lebih emosional.
0 komentar:
Posting Komentar