BLURR (2022)
Terbangun dari mimpi buruk, Gayatri (Taapsee Pannu) mempunyai firasat bahwa sang kembarannya, Gautami (juga diperankan oleh Taapsee Pannu), musisi yang kehilangan penglihatannya-sedang tak baik-baik saja. Ia kemudian memaksa sang suami, Neel (Gulshan Devaiah) untuk pergi ke tempat sang adik di sebuah perbukitan di desa Uttarakhand. Benar saja, Gautami membunuh bunuh diri. Menolak kepercayaan polisi, Gayatri mencoba membuktikan bahwa kematian sang adik menyimpan sebuah misteri.
Berjalan pelan-namun intens, Blurr sesuai judulnya, selain menunjukkan mengenai kondisi degeneratif tokoh utama (kelak, secara perlahan Gayatri pun akan mengalami hal serupa) memungkinkan batas antara thriller home invasi dengan elemen supernatural yang mana melekat erat pada paruh utamanya (termasuk sebuah sekuen mimpi yang ditampilkan dengan pengadeganan mumpuni). Singkatnya, Blurr adalah sajian mencekam lengkap dengan segala tetek bengek setting pula gradasi warna yang didominasi warna abu-abu.
Ruang lingkupnya mungkin terlihat sederhana, tentu kita akan mengenal beberapa tersangka utamanya yang kebanyakan merupakan tetangga Gautami yang tak kalah misterius pula penuh tanda tanya. Radha Solanki (Kruttika Desai), si mantan aktor hingga mengungkapkan ayah-anak terdekat Gautami, Bipin Nath (Sorabh Chauhan) dan Ira (Nitya Mathur).
Satu hal yang paling saya sukai dalam Blurr adalah kepiawaian para pembuatnya dalam memberikan sebuah dualisme berlawanan hingga turut membahayakan ranah cacat sosial ke ranah terkelam seorang manusia yang tak hanya sekedar terlihat dalam tampilan fisik saja, lebih dari itu Blurr menekan sebuah elemen psikologis yang coba dimainkan dengan begitu edgy. Ada sebuah ketakutan menguar pula ikut diselipkan proses yang jarang terjadi dalam sub-genrenya.
Taapsee Pannu tampil gemilang dengan beragam degradasi emosi-meski dalam kondisi mata tertutup. Sang aktris seolah menegaskan kenyamanan dirinya dalam mengesksplorasi beragam genre (meski thriller merupakan kegemarannya) adalah sebuah keahlian yang meski diakui. Gulshan Devaiah tampil berjanji, meski karakternya sendiri kekurangan hal terkait eksplorasi, sebatas dijadikannya sebagai karakter suami yang percaya bahwa keyakinan sang istri merupakan halusinasi.
Bukan tanpa cela, Blurr memang berjalan di ranah klise dan sempat tertatih di paruh kedua. Ada beberapa tarik ulur yang sengaja diperpanjang dengan tujuan menambal durasi, meski hasilnya hit and miss. Konklusinya tampil cukup memuaskan meski terlampau sederhana untuk mengakhiri semuanya. Setidaknya, hasil kamera yang direkam Sudhir K. Chaudhary (Section 375, Shershaah, Drishyam 2) menampilkan sebuah estetika pula setia memberikan sebuah pengalaman yang juga melibatkan karakter kecemasannya dalam hal terkecil semisal mengirimkan apa yang ingin dan bisa saja terjadi ketika seseorang mulai mengklik dengan pikiran kacaunya.
0 komentar:
Posting Komentar