Agustus 08, 2025
SEHIDUP SEMATI (2024)
Selain sebagai sutradara dan pemain utama, Daniel Levy pun ikut menulis naskahnya yang tersusun atas fragmen demi fragmen khusus bagi filmnya menuju ke sebuah "kebaikan duka" yang seharusnya bisa tampil lebih mengena andai Levy tak terlalalu berlarut-larut dalam merangkai narasi yang penuh keabuan jika untuk diselesaikan secara instan.
Benar, Good Grief cukup tertatih-tatih dalam pengadegannya dan tidak disokong oleh performa pemainnya yang meyakinkan. Levy tampil prima dalam mendefinisikan duka dan cara meregulasinya, sementara Ruth Negga adalah nyawa filmnya yang selalu memberikan warna ceria dibalik setiap kegagalan cintanya, sementara Himesh Patel dalam menjanjikan yang canggung, rupanya menyimpan sebuah keinginan terpendam yang urung mendapatkan sebuah pencerahan.
Keberadaan mereka menciptakan sebuah hubungan yang menghidupkan filmnya di saat keseluruhan cerita terkadang naik turun. Good Grief memang mempunyai maksud yang mudah dipahami. Bahwasannya setiap duka harus dijalani sebagaimana mestinya, guna menuju sebuah kebahagiaan yang sebenarnya. Karena pada dasarnya, menghindari duka berarti menghindari cinta. Pesan yang seharusnya lebih mengena danai Good Duka lebih memadatkan cerita.
Narasi tersebut jelas lebih dari cukup guna memberikan sebuah sentilan sekaligus mengotak-atik kejadian dewasa ini, namun, pada kenyataannya Upi terlalu berlarut-larut dalam ilusi miliknya untuk menghadirkan sebuah sajian prestisius pula pretensius dalam menyikapi sebuah momen. Alhasil, apa yang seharusnya menjadi ketertarikan perlahan memudar.
Salah satunya ialah dengan terlalu berulangnya kejadian mistis yang dialami Renata perihal sosok seorang perempuan yang sering melenguh dan bersenandung di kamar sekaligus ruang kerja sang suami. Kejadian ini membutuhkan pengulangan yang melelahkan, seiring dengan menghilangnya seorang wanita muda bernama Ana (Chantiq Schagerl).
Dalam keterpurukan dan kesendiriannya, Renata berkenalan dengan Asmara (Asmara Abigail), wanita di unit apartemen sebelahnya yang bak sebuah antitesis dari Renata. Asmara Abigail tampil over-the-top lewat peran aneh dan misterius (sedikit gila) yang seolah menjadi makanan kesehariannya, sementara Laura Basuki menjadi tandem sempurna, perpanjangan seorang wanita yang mengalami kekerasan rumah tangga yang terpampang jelas dari tubuh dan raut wajahnya. Ario Bayu, berbekal tajam dan intimidatif, seolah mengukuhkan bahwa dirinya adalah spesialis peran red flag.
Sehidup Semati adalah film yang membuat saya jatuh cinta sekaligus benci secara bersamaan. Jatuh cinta dengan segala performa akting, artistik hingga premis yang seharusnya berpotensi memberikan pesona sekaligus mengikat. Namun, benci ketika filmnya memasuki paruh kedua ketika persentasi narasi hingga konklusi tak memberikan sebuah jawaban yang setimpal selain menyisakan setumpuk kekurangan. Seumpama ruang kerja Edwin yang sampai tulisan ini dibuat tak kunjung dijelaskan, Sehidup Semati pun menutup kisahnya dengan penuh mengecewakan.
0 komentar:
Posting Komentar