Kamis, 07 Agustus 2025

MONKEY MAN (2024)

 MONKEY MAN (2024)

Mudah untuk menyebut debut penyutradaraan pertama Dev Patel (juga merangkap sebagai pemain, sutradara dan penulis bersama Paul Angunawela dan John Collee) sebagai satu lagi hasil "kopian" John Wick (premis utama tentang balas dendam pula dalam salah satu adegan yang melibatkan anjing di dalamnya). Anggapan seperti itu mungkin tidak bisa dihilangkan, namun dapat ditepis secara lugas dan tegas oleh Dev Patel. Kesamaan latar belakang hanya berjalan di permukaan, lebih jauh filmnya menampilkan modifikasi sekaligus pembaharuan ketika unsur kultural ikut melekat lebih dalam.

Patel memerankan seorang pria tanpa nama (meski di kredit akhirnya dituliskan sebagai Kid) yang bekerja di bawah pertunjukan tangan Tiger (Sharlto Copley) di ruang tinju bawah tanah hanya untuk dihabisi sampai berdarah. Mengenakan topeng monyet (dari sana referensi terkait judulnya berasal), dari sana Kid bertahan hidup sambil merancang misi untuk membalas dendam kematian ibunya.

Target utamanya adalah Baba Shakti (Makarand Deshpande), pria tua yang mengenakan topeng agama demi meraih simpati dan kekuasan; bersama dengan anak buahnya, seorang polisi korup, Rana Singh (Sikandar Kher) yang tak jauh berbeda dengan sang guru spiritualnya.

Meskipun mengedepankan narasi yang lugas, Monkey Man juga tidak menampilkan baku hantam sebagai andalan. Patel meluangkan waktu untuk bercerita, menyoroti masa kecilnya yang penuh akan luka dan trauma. Montase tersebut terbungkus dalam gerakan cepat yang tepat (meski sesekali kesan repetitif muncul). Untuk itulah, paruh pertama filmnya kaya akan isi dari sebuah narasi yang turut berkontribusi di beragam lini.

Saat menampilkan sekuen aksi, Monkey Man jelas patut diapresiasi lewat koreografi yang patut diacungi. Mulai dari pertarungan tangan kosong, baku hantam hingga aksi kejar-kejaran yang membungkus pergerakan kamera dinamis. Pernyataan terakhir adalah yang paling kentara membantu sumbangsih filmnya hasil pengambilan gambar kamera Sharone Meir yang telah menghasilkan judul populer seperti Whiplash (2014) hingga Rings (2017).

Monkey Man sempat tertaih-tatih tatkala absennya sekuen aksi urung mengisi, namun Patel mampu menebusnya di babak ketiga dengan sekuen aksi yang lebih brutal dan gila. Lebih spesial lagi, aksinya tak hanya sebatas pengisian namun juga memberikan relevansi sekaligus perwujudan terhadap unsur budaya miliknya. Tentang Hanuman yang sering dianggap sebagai pengkhianat para dewa, namun urung menyerah dengan segala upayanya. Pula tentang Siwa yang membawa kehancuran hanya untuk melahirkan peradaban baru.
Terpenting, Manusia Kera ikut membawa pesan pemberdayaan lewat kehadiran para Hijra (transgender) yang memuja Alpha (penjaga kuil Ardhanarishvara, dewa dengan dua tubuh, perpaduan Siwa denga permaisurinya, Parvati). Di dunia nyata mereka kerap diasingkan dan dicap pembelot, Kid membuktikan eksistensi juga perlawanan yang seharusnya dilakukan oleh mereka para kaum marginal. Sebuah aksi selanjutnya yang melibatkan mereka dengan sari yang mengayun pelan nan indah. Pun, dalam sebuah kesempatan Kid menggunakan hak sepatu (yang identik dengan wanita) sebagai senjata melawan musuhnya. Monkey Man mungkin menjauh dari kebanyakan jagoan yang menampilkan sisi maskulin, kini pergantian unsur feminin yang membawa perubahan signifikan.

0 komentar:

Posting Komentar