Sabtu, 30 Agustus 2025

MANTAN MANTEN (2019)

MANTAN MANTEN (2019)

Tak banyak film seperti Mantan Manten yang lebih menekan sebuah makna daripada melodrama, terasa daripada memaksa penontonnya akan sebuah kekuatan di balik kelembutan seorang wanita-yang juga ikut membawa filmnya menyentuh ranah pemberdayaan perempuan berbasis kultural budaya Jawa yang sarat akan mistisme pula kerohanian. Sebuah langkah berani pula langka yang di perjalanan menjadikan Mantan Manten sebagai salah satu film terbaik rilisan tahun 2019-sejauh ini.

Ialah Yasnina (Atiqah Hasiholan) seorang manajer investasi ternama yang menjunjung tinggi jargon "Saya percaya pada uang, saya percaya pada orang", singkatnya ia adalah definisi dari "wanita modern nan sukses" di usia yang sedang matang. Nikmat dunia telah ia rengkuh, pula kekasih bernama Surya (Arifin Putra) baru saja melamarnya. Semuanya serba sempurna, sampai ayah Surya (Tyo Pakusadewo) menusuk Nina dari belakang, ia menjadikan Nina kambing hitam dalam kasus investasi palsu.

Saat itulah Nina berada di titik nadir kehidupannya. Secercah harapan muncul ketika sebuah villa di Tawangmangu menjadi satu-satunya harta tersisa-meski belum sepenuhnya balik nama. Nina kemudian mendatangi sang pemilik rumah, Marjanti (Tutie Kirana) guna meminta tanda tangan, Marjanti setuju, dengan syarat Nina harus menjadi asistennya sebagai pemaes (dukun manten) selama tiga bulan. Karena pilihannya, Nina akhirnya siap-meski dalam proses yang kerap dikuasai ketidakinginan. Dari sini, Mantan Manten melangkah maju membawa karakternya kembali menemukan sebuah kedamaian, seiring pula ia menemukan "rumah" sebagai tempat pulang.

Disutradarai oleh Farishad Latjuba (Mantan Terindah) yang ikut menulis naskahnya bersama Jenny Jusuf (Filosofi Kopi, Wonderful Life, Critical Eleven), Mantan Manten menekankan sebuah study charachter yang mengalun pelan dan mengikat hingga sampai tujuan. Ini bukan sekedar move on ataupun melupakan, melainkan mengikhlaskan pula menerima suratan takdir dengan penuh kemenangan, mengeliminasi rasa dendam yang perlahan padam.

Dari sana pula Atiqah Hasiholan berjasa menampilkan emosi penuh kesubtilan, ungkapan kata memang jarang terlontar dari mulut-namunekspresi wajah pula sorot mata penuh berbicara. Begitu pula dengan Tutie Kirana-memerankan sosok wanita sebagai medium penyampai pesan di atas dengan performa kaya rasa yang senantiasa menguar kuat pada dirinya.

Mantan Manten menjadikan kulturasi budaya sebagai salah satu aspek pendukung utama filmnya. Dalam sebuah adegan-yang termasuk salah satu ritual, sang pemaes mengeluarkan asap dari rokok yang telah di hisap guna membetulkan ukuran baju pria, momen ini membuktikan bahwa profesi pemases sudah terbiasa berbaur dengan unsur klenik-yang dekat dengan masyarakat kehidupan Indonesia pada umumnya, daripada sarat akan keseraman, justru keindahan akan sisi mistisme yang didapat, Farishad menyeimbangkan dua dunia dalam satu keberagaman kaya unsur surealitas.

Menggunakan kata "manten" dalam judulnya, Mantan Manten turut menampilkan sebuah kesakralan pernikahan-yang perlahan mulai termakan modernisasi. Entah itu berupa percakapan santai sebagai wujud kebahagiaan atau beragam macam ritual sebagai syarat pelengkap pernikahan. Farishad membungkus momen tersebut sedemikian rupa apik pula indah di saat yang bersamaan.

Berdasarkan konklusi, Mantan Manten menuturkan sebuah pemberdayaan perempuan sebagai pamungkas kisahnya-sembari menuturkan makna hidup yang sebenarnya. Bahwa hidup bukan hanya diukur melalui uang semata guna menciptakan sebuah kebahagiaan, melainkan tolak mengukur kebahagiaan dalam wujud memaafkan pula mengikhlaskan-yang kemudian menciptakan sebuah kedamaian.
Meski sedikit terkendala kala memasukan elemen komedi, eksekusi terhadap kematangan Farishad sejatinya tetap terjaga-ia memberikan sebuah nilai positif tanpa harus tampil naif, terutama saat melewati pula gestur berbicara-memantik sebuah kesan simpatik. Ditemani iringan lagu Ikat Aku Di Tulang Belikatmu milik Sal Priadi, Mantan Manten tampil mendamaikan hati yang sesekali mengundang air mata berbicara, karena impresi yang di gambarkan filmnya sukar untuk diungkapkan oleh kata-kata.

0 komentar:

Posting Komentar