Sabtu, 30 Agustus 2025

MISTERI DILAILA - VERSI 2 (2019)

MISTERI DILAILA - VERSI 2 (2019)

Misteri Dilaila tampil begitu menghebohkan karena memiliki dua versi dengan ending alternatif yang berbeda, menghasilkan 8,8 Juta RM (sekitar 30,7 Milyar Rupiah). Tentu, sebuah prestasi yang memuaskan berkat keputusan sang sutradara, Syafiq Yusof (Desolasi, Abang Long Fadil, KL Special Force) yang ikut serta merangkap sebagai penulis naskah dalam hal "pendapatan". Namun apakah semuanya setara dengan kualitas yang dihasilkan?

Jawabannya tidak. Warga Malaysia boleh saja memuji pula bangga akan filmnya, bagi saya pribadi, Misteri Dilaila jauh dibandingkan dengan Kala (2007) Arah Joko Anwar yang mengesankan itu, saya belum menyebut Pintu Terlarang (2009) maupun Belenggu (2012) yang masing-masing menghasilkan sebuah kesan mindblowing pasca menontonnya. Di luar isu plagiarisme yang menerpa filmnya akibat narasi yang sama bertahan dengan Vanishing Act (1986). Misteri Dilaila justru tampil lemah, mengenyahkan logika hingga konklusi yang serba tiba-tiba merusak esensi filmnya yang terbilang menarik ini.

Semua bermula kala Jefri (Zul Ariffin) dan sang istri, Dilaila (Elizabeth Tan) mengunjungi vila warisan mertua Dilaila dengan tujuan menghabiskan waktu bersama. Hari pertama kedatangan mereka menyulut sebuah bentrokan-yang kemudian membuat Jefri harus tidur di sofa. Begitu ia terbangun, ia dikejutkan dengan menghilangnya sang istri dari villa tanpa jejak pula petunjuk yang pasti.

Dilanda kepanikan, Jefri kemudian melapor kejadian tersebut kepada Inspektur Azman (Rosyam Nor), tak berselang lama, Jefri kemudian mendapati datangnya seorang Ustaz bernama Aziz (Namron) yang mengatakan kepadanya bahwa sang istri menginap di tempat tinggalnya-yang kemudian disusul dengan kedatangan seorang wanita (Sasqia Dahuri) yang mengaku sebagai Dilaila.
Jika ditanya mana yang lebih baik untuk ditonton? Saya tidak akan menjawab untuk kedua-duanya. Masing-masing memiliki kelemahan yang sama kuatnya terkait pemaparan plot-yang tampil berantakan dan nihil sebuah pementasan. Versi pertama mungkin lebih baik (ingat, sedikit!) karena lebih masuk akal di samping kualitas medioker miliknya. Versi kedua ini lebih kacau akibat ambisi lebih sang sutradara yang tak terkendali dan bahkan mendekati aspek tolol sekalipun. Inilah bukti bahwa modal niat saja tidaklah cukup!.

Mengelak percaya karena perbedaan wajah, Jefri bersikukuh bahwa wanita (selanjutnya dipanggil Dilaila II) tersebut hendak menipunya. Dari sini, ketertarikan untuk mengikuti kisahnya semakin memuncak kala tak ada satupun orang yang mempercayai Jefri, bahkan sang adik ipar, Farid (Mas Khan) pun ikut mengakui Dilaila II adalah kakak kandungnya. Timbul pertanyaan seputar siapa sebenarnya jati diri Jefri? Apakah ia adalah sosok yang hilang kewarasan ataukah target dari rencana terstruktur?

Syafik Yusof memang piawai memainkan tensi guna merenggut atensi penonton agar terikat oleh berguliran kisahnya, pun terkait pengadeganan-ia menerapkan teknik mask transisi (transisi adegan dengan objek bergerak) yang mengindahkan kuantitas filmnya-di samping lokasi pula perabrotan yang mendukung penuh penceritaan, Misteri Dilaila boleh saja unggul dengan segala kuantitas miliknya, meski harus saya akui kualitasnya tampil tak maksimal, terutama kala Yusof unsur horor dengan jumpscare (yang sejatinya nihil substansi) lengkap dengan mencetak pemekik telinga.

Terlebih lagi, semua tampak mengesalkan setelah melihat naskah yang terlihat menggiurkan itu tampil begitu hambar akibat cacat logika, dialognya sendiri tampil di bawah, jangan kaget jika anda melihat sekuen teriak keras pula rengekan dari Jefri kepada Inspektur Azman yang sering menimbulkan sebuah kejemuan, pengungkapan para pelakon tampil cukup meyakinkan, Zul Ariffin dengan pembawaan berkharisma dan sadar betul bahwa ia berada tak dalam tontonan yang serius, sementara Rosyam Nor tampil dengan dialog sarkasme hadir.

Berbeda durasi satu menit dengan versi pertamanya (berjalan selama 82 menit). Perbedaan mencolok jelas terdapat pada 15 menit terakhir filmnya-yang berisi tumpukan demi tumpukan twist secara tiba-tiba. Setidaknya itu menurut pendapat Syafiq-yang berpendapat bahwa lebih banyak twist lebih baik pula filmnya. Sehingga ketika ditanya perihal substansi pemilihan tersebut, Misteri Dilaila - Versi 2 ini memiliki kedalaman selain menyembunyikan pilihan tampil lain dan berani.

Versi pertama lebih menekankan pada thriller psikologis-yang mana tercoret oleh elemen horor. Sebaliknya, versi kedua lebih menekankan horor-yang membuat elemen thriller psikologis terasa tak sepadan. Selain medioker, eksekusinya serba tanggung-terlebih jika ditanya terkait kejelasan utama konklusinya-yang hanya sebatas memberikan keklisean nihil substansi, terutama kebenaran utama filmnya tak seberapa menghasilkan taji selain sebuah ambiguitas-yang dipaksa hadir demi mematenkan sebuah misteri.
Jika ditanya mana yang lebih baik untuk ditonton? Saya tidak akan menjawab untuk kedua-duanya. Masing-masing memiliki kelemahan yang sama kuatnya terkait pemaparan plot-yang tampil berantakan dan nihil sebuah pementasan. Versi pertama mungkin lebih baik (ingat, sedikit!) karena lebih masuk akal di samping kualitas medioker miliknya. Versi kedua ini lebih kacau akibat ambisi lebih sang sutradara yang tak terkendali dan bahkan mendekati aspek tolol sekalipun. Inilah bukti bahwa modal niat saja tidaklah cukup!.


0 komentar:

Posting Komentar