PORTALS (2019)

Benar. Sebuah niatan berupa pemikiran dasar sebuah cerita tidak juga mengangkat derajat filmnya, Portal yang merupakan omnibus hasil kerjasama empat negara (termasuk Indonesia) membuktikan hal itu. Kala sebuah pemikiran pembohong berupa sebuah ide dasar-dengan latah dijadikan sebuah bahan utama. Alhasil terciptalah sebuah sajian mentah-yang sama sekali tak menggugah.Premisnya sendiri mengenai sebuah percobaan pembuatan lubang hitam oleh para ilmuwan-yang berakhir terciptanya sebuah gangguan kosmik berupa pemadaman listrik di dunia. Selama 24 jam lamanya, sebuah portal misterius hadir, menimbulkan sebuah ketakutan pula kemisteriusan tersendiri. Dari sini Portals membagi premis tersebut ke dalam empat cerita babak-yang masing-masing dipicu hadirnya sebuah portal. Garapan The Other Side Liam O'Donnel (Skyline, Beyond Skyline) mengetengahkan seorang keluarga yang dipimpin oleh Adam (Neil Hopkins) yang berencana berlibur. Malang, dalam perjalanan, Adam menabrak sebuah portal-yang kemudian membuatnya dibawa ke rumah sakit, di mana Dr. Leslie (Deanna Russo) dan Dr. Markonen (Ptolemy Slocum) memeriksanya. Harus diakui, O'Donnel membuka filmnya dengan cukup menjanjikan, kala ketidaktahuan Adam akhirnya menyibak sebuah misteri yang menimpa dirinya dan keluarganya. Sayang, The Other Side urung menampilkan sebuah metode yang menjanjikan, di mana proses karakternya menyibak sebuah kejadian tampil datar, sarat unsur futuristik namun lemah dalam penyajiannya.
Garapan Call Center Eduardo Sanchez (The Blair Witch Project, V/H/S/2) berpotensi tampil mencekam sebagai horor berlatar sempit, menjadikan kantor sebagai pusat tertumpahnya darah kala Stan (Paul McCarthy-Boyington) memaksa para staf untuk masuk ke dalam portal. Andai Sanchez melipatgandakan nuansa teror pula cipratan darah, Call Center akan tampil lebih baik alih-alih berakhir anti-klimaks sarat keambiguan-yang gagal meraih atensi.Sarah garapan Timo Tjahjanto (Sebelum Iblis Menjemput, The Night Comes For Us) menjadi segmen terbaik yang dimiliki Portals-meski tak tersaji sedemikian kompleks, Timo paham betul bagaimana bermain dalam keadan chaos, menggunakan basement/atau tempat parkir sebagai tempat terjadinya teror gila para pengunjung-yang hendak membunuh Sarah (Salvita Decorte) dan saudaranya, Jill (Natasha Gott). Sarah adalah satu-satunya segmen yang mempunyai narasi cukup kuat, latar belakang karakternya dijadikan sebagai penyulut rasa takut di tengah nuansa atmosferik yang Timo tampilkan.
Call Center Part 2 a.ka The End garapan Gregg Hale (V/H/S/2) menjadi penutup paling singkat sekaligus cerita paling simpel, mengetengahkan proses percobaan transmisi terhadap portal yang dilakukan oleh dua fisikawan, Anna (Georgina Blackledge) dan James (Dare Emmanuel). Segmen ini menampilkan dialog padat-meski yang diungkapkan acap kali terdengar, klimaksnya tampil mengejutkan meski intensitas ketiadaan jelas menghalangi penyampaiannya.Secara keseluruhan, Portals adalah sebuah percobaan yang dapat dikembangkan lebih baik lagi danai kompetensi terkait naskah di gali lebih dalam, tak hanya sebatas mengetengahkan eksekusi kecocokanologi-yang dangkal dengan penyederhanaan yang kerap dilakukan. Pun, ini yang menimpa gelaran gore yang tampil malu-malu alias tanggung.
Benar. Sebuah niatan berupa pemikiran dasar sebuah cerita tidak juga mengangkat derajat filmnya, Portal yang merupakan omnibus hasil kerjasama empat negara (termasuk Indonesia) membuktikan hal itu. Kala sebuah pemikiran pembohong berupa sebuah ide dasar-dengan latah dijadikan sebuah bahan utama. Alhasil terciptalah sebuah sajian mentah-yang sama sekali tak menggugah.
Premisnya sendiri mengenai sebuah percobaan pembuatan lubang hitam oleh para ilmuwan-yang berakhir terciptanya sebuah gangguan kosmik berupa pemadaman listrik di dunia. Selama 24 jam lamanya, sebuah portal misterius hadir, menimbulkan sebuah ketakutan pula kemisteriusan tersendiri. Dari sini Portals membagi premis tersebut ke dalam empat cerita babak-yang masing-masing dipicu hadirnya sebuah portal.
Garapan The Other Side Liam O'Donnel (Skyline, Beyond Skyline) mengetengahkan seorang keluarga yang dipimpin oleh Adam (Neil Hopkins) yang berencana berlibur. Malang, dalam perjalanan, Adam menabrak sebuah portal-yang kemudian membuatnya dibawa ke rumah sakit, di mana Dr. Leslie (Deanna Russo) dan Dr. Markonen (Ptolemy Slocum) memeriksanya. Harus diakui, O'Donnel membuka filmnya dengan cukup menjanjikan, kala ketidaktahuan Adam akhirnya menyibak sebuah misteri yang menimpa dirinya dan keluarganya. Sayang, The Other Side urung menampilkan sebuah metode yang menjanjikan, di mana proses karakternya menyibak sebuah kejadian tampil datar, sarat unsur futuristik namun lemah dalam penyajiannya.
Garapan Call Center Eduardo Sanchez (The Blair Witch Project, V/H/S/2) berpotensi tampil mencekam sebagai horor berlatar sempit, menjadikan kantor sebagai pusat tertumpahnya darah kala Stan (Paul McCarthy-Boyington) memaksa para staf untuk masuk ke dalam portal. Andai Sanchez melipatgandakan nuansa teror pula cipratan darah, Call Center akan tampil lebih baik alih-alih berakhir anti-klimaks sarat keambiguan-yang gagal meraih atensi.
Sarah garapan Timo Tjahjanto (Sebelum Iblis Menjemput, The Night Comes For Us) menjadi segmen terbaik yang dimiliki Portals-meski tak tersaji sedemikian kompleks, Timo paham betul bagaimana bermain dalam keadan chaos, menggunakan basement/atau tempat parkir sebagai tempat terjadinya teror gila para pengunjung-yang hendak membunuh Sarah (Salvita Decorte) dan saudaranya, Jill (Natasha Gott). Sarah adalah satu-satunya segmen yang mempunyai narasi cukup kuat, latar belakang karakternya dijadikan sebagai penyulut rasa takut di tengah nuansa atmosferik yang Timo tampilkan.
Call Center Part 2 a.ka The End garapan Gregg Hale (V/H/S/2) menjadi penutup paling singkat sekaligus cerita paling simpel, mengetengahkan proses percobaan transmisi terhadap portal yang dilakukan oleh dua fisikawan, Anna (Georgina Blackledge) dan James (Dare Emmanuel). Segmen ini menampilkan dialog padat-meski yang diungkapkan acap kali terdengar, klimaksnya tampil mengejutkan meski intensitas ketiadaan jelas menghalangi penyampaiannya.
Secara keseluruhan, Portals adalah sebuah percobaan yang dapat dikembangkan lebih baik lagi danai kompetensi terkait naskah di gali lebih dalam, tak hanya sebatas mengetengahkan eksekusi kecocokanologi-yang dangkal dengan penyederhanaan yang kerap dilakukan. Pun, ini yang menimpa gelaran gore yang tampil malu-malu alias tanggung.
0 komentar:
Posting Komentar