Rabu, 06 Agustus 2025

SENGKOLO: MALAM SATU SURO (2024)

 SENGKOLO: MALAM SATU SURO (2024)

Sengkolo: Malam Satu Suro menandai seorang Hanny R, Saputra kembali menggarap horor setelah terakhir menangani Pesugihan: Bersekutu Dengan Iblis (2023) yang memiliki kualitas luar binasa itu. Setali tiga uang dengan judul tersebut, Sengkolo: Malam Satu Suro yang memiliki judul awal Sengkolo: Pemandi Mayit pun menambahkan elemen serupa yang sudah mulai usang seiring berkembangnya horor lokal arus utama.

Dalam istilah Jawa, sengkolo berarti sebuah entitas negatif yang berkelian di malam satu suro dan mengincar orang dengan weton tertentu. Dalam filmnya sendiri, hal tersebut hanya dituliskan melalui prolog tanpa adanya penjelasan mumpuni yang berhubungan langsung dengan filmnya, sungguh sebuah keadaan yang sukar dimaafkan.

Lagi pula para pembuatnya pun tak memiliki niat untuk menghasilkan sebuah eksplorasi mendalam selain didasari kebutuhan finansial. Apa yang judulnya menawarkan sebatas angin lalu di permukaan yang tak kunjung datang memberikan kecerahan selain menggantikan semuanya dengan parade jump scar serampangan lengkap dengan scoring yang berpotensi memecahkan gendang telinga.

Kisahnya sendiri mengenai Ibrahim (Donny Alamsyah), seorang pemandi jenazah yang begitu terpukul pasca kematian istri dan anaknya. Silahkan Saksikan sendiri bagaimana pembuatnya menampilkan adegan kematian keluarga Ibrahim, yang alih-alih menyeramkan malah mengundang tawa mengganggu.

Setahun berselang, warga dihebohkan dengan kematian keluarga kaya raya yang tewas mengenaskan. Naskah yang ditulis oleh Maruska Bath (Kurban: Budak Iblis) memang mempunyai tabiat mulia supaya karakter Ibrahim berkembang dengan kembali memandikan jenazah atas permintaan Pak Kades (Fauzan Nasrul) yang sedikit memaksa (dan menyimpan motivasi serta keputusan yang menyakiti logika dengan tulisan yang luar binasa). Dari sini, Sengkolo: Malam Satu Suro berubah judul menjadi kompilasi jump scar di malam satu suro.

Harus diakui, sebelum salah kaprah dan akhirnya salah arah, eksekusi yang dilakukan Hanny R. Saputra di paruh awal filmnya tergolong cukup baik dan rapi. Secercah harapan setidaknya muncul, meski apa yang ditawarkan setelahnya bak sebuah usaha terjun bebas dengan pengadeganan kental nuansa horor 2010-ish.

Beberapa diantaranya tampil efektif, ketika Hanny ternyata bereksplorasi memainkan ketegangan dengan mengedepankan suara hewan serta bunyi gelang kaki. Namun, di sisi lain, Hanny terlalu percaya diri dan akhirnya melakukan sebuah pengulangan yang menurutnya adalah sebuah potensi yang harus selalu digali.

Beruntung, Sengkolo: Malam Satu Suro memiliki Donny Alamsyah yang mampu berdiri tegak dengan menghadirkan performa yang sebagaimana mestinya. Sang aktor berdiri tegak di tengah rapuhnya eksekusi serta tipisnya narasi yang menghambat keseluruhan potensi dalam balutan parade usang serta celetukan tak karuan.

Menjelang konklusi, Sengkolo: Malam Satu Suro masih saja dipenuhi penyakit film horor di belakang yang lebih mengandalkan twist daripada penceritaan. Sungguh sebuah twist yang menarik penonton sekaligus menciderai logika dengan sebuah fakta yang belum sejatinya tersibak. Lalu, apa gunanya membangun dan menghadirkan sebuah cerita jika pada akhirnya berkata sebaliknya? Ya Tuhan. Saya butuh panadol sekarang.

0 komentar:

Posting Komentar